11/29/2009

Fly Me To The Moon


Ini awal aku masuk kampus yang baru, suasana baru, teman baru, segalanya serba baru. Kampus ini menurutku sangat menyenangkan dengan arsitektur yang bergaya Eropa dan Jepang sangat menarik. Tinggal di asrama kampus dengan lebih dari 100 mahasiswa dan mahasiswi dengan beragam karakter, tapi semua merasa berbeda dengan ku, aku bukan sosok yang sama dengan mereka yang selalu tertawa bercanda, sedang aku selalu habis dengan buku dan buku juga race dan kelahi. Semua orang menilaiku orang yang cepat marah, dan sangat mengerikan saat marah, menyebalkan dan badung.

Ada Seorang gadis yang menarik perhatianku yang entah aku tidak tahu namanya, dia sosok yang pendiam dan pemalu tapi sangat menarik buatku. Aku selalu memperhatikannya setiap istirahat di kantin, selalu berdua dengan temannya yang jauh berbeda dengannya bahkan mungkin kebalikannya.

“ Merhatiin sapa sih serius banget?”
“ Gadis di ujung itu” tunjukku.
“ O… itu, emang kenapa lu suka? Mending Farah aja, dah cantik tajir lagi, dari pada dia selalu jadi omongan dan sering di kerjain anak-anak”
“ Lu nyindir gue” tanyaku menyelidiki.
“ Jangan salah sangka dulu gue ngga maksud gitu”
“ Sapa sih dia?” tanyaku lagi.
“ Namanya Ciara, dia ngga tinggal di asrama kampus ini, bisa dibilang dia anak kurang mampu dia disini karena beasiswa, dia anak tunggal dan papanya dah lama meninggal jadi dia Cuma tinggal sama nyokapnya” jelasnya.

“ Lu tahu banyak tentang dia, jangan-jangan….”
“ Semua anak kampus sini juga tahu, karenanya dia selalu jadi bahan olok-olokan di kampus ini” tambahnya.
“ Mau bantu gue ngga?”
“ Apa an?” balasnya.
“ Cariin segala informasi tentang dia” jelasku.
“ Lu gila ya semua kan udah gue ceritain apa lagi? Masih kurang….”
“ Pokoknya cariin ok?”
Aku pergi meninggalkan Philip kembali ke kelas, iseng aku lewat depannya saat makan, dan dia tetap diam hanya temannya yang senyum-senyum melihatku saat itu.

“ Ra’, lu liat cowok barusan ngga? Ganteng ya, katanya dia anak baru di kampus ini, baru pindah dari Broklin, pasti pintar deh bahasa inggrisnya”
“ Ra’ lu denger ngga sih?”
“ Iya gue denger, emang kenapa apa peduli, mau baru lama cowok kampus ini sama saja menyebalkan dan suka menyakiti yang tidak selevel” jawabnya cuek.
Selesai kelas aku ingin sekali jalan keluar kampus menikmati udara bebas kota besar diluar sana pasti menyenangkan. Tapi saat aku terlena dengan angan itu Philip datang terengah-engah.

“ Rio, gawat bener-bener gawat, cepet ikut gue” ajaknya
“ Apaan sih lu kenapa? Bingung kaya ada gempa aja” tanyaku bingung.
“ Ciara”

Aku tersentak mendengar nama itu.
“ Kenapa dia?” tanyaku bingung.
“ Dia dihajar kelompok Hitam di parkiran”
“ Apa?”
Tanpa mempedulikan reaksi Philip aku langsung lari ke tempat tersebut. Sungguh tidak dapat aku percaya dengan apa yang aku lihat.

“ Beraninya sama cewek, dasar banci” terik ciara menahan rasa sakit.
“ Bug..buG.. Bug…”
“ Salah apa gue sama kalian semua?”
“ Banyak omong anak miskin kaya lu ngga pantes ada di kampus elit ini…..” jawab salah satu dari mereka.
Aku melihat Ciara semakin tidak berdaya dengan baju yang kotor dan sobek, aku lari menghampiri dan ….

“ Hei…..” perkelahian pun tidak terelakkan lagi. Sekali- dua kali berkali-kali wajah ini terkena pukulan mereka, tapi tidak seperti yang mereka dapatkan.

Cukup lama kami berkelahi, mereka memilih mengalah dan berlari.
“ Hei!! awas sekali lagi mengganggu dia kalian akan tahu akibatnya” teriakku.
“ Hei lu ngga papa?” tanyaku sambil membantunya berdiri.
“ Kenapa lu bantu gue? Lagi pula kita ngga saling kenal, udah biasa lagi gue, malah sekarang lu yang babak-belur”
“ Udah ngga papa, lu Ciara kan? Anak sastra?”
“ Darimana lu tahu” tanyanya penasaran sambil menahan rasa sakit akibat dikeroyok.
“Udah ngga usah dibahas, sekarang lu pakai jaket gue, gue antar pulang”
“ Tapi….”
Aku melarikan motorku dengan sedikit senang karena dibelakangku ada gadis yang aku suka.
“ Makasih udah nganter dan nolong”
Aku hanya senyum. Tiba-tiba mama Ciara muncul dihadapan kami.
“ Ya ampun Ara? Kamu kenapa? Hei apa yang kamu lakukan terhadap anakku?”
“ Sa..sa..saya…” jawabku gugup.
“ Bu, dia yang telah nolong aku dari perbuatan anak-anak itu, malah dia yang juga minjemin jaketnya” jelasnya. Ibunya hanya bilang “ Oooo….”
“ Ya udah kalo gitu gue balik….”
Aku hanya melihatnya mengangguk tanpa ada reaksi yang lain. Jujur aku merasa sangat senang hari ini walau dengan keadaan yang penuh luka sekalipun.
Seminggu tanpa terasa cepat berlalu, tiada yang istimewa setelah kejadian itu. Aku hanya menyimpan semua dalam hati, walau kadang tersenyum sendiri mengingat semua kejadian waktu itu apalagi setelah itu aku sama sekali tidak bertemu dengannya. Hanya Philip yang selalu memperolok aku saat aku mengenang kejadian itu.
“ Ra, teman kamu itu baik ya, dah nolongin nganter pulang lagi, ibu yakin pasti dia anak baik ngga seperti temen cowok kamu yang lain”
“ Maksud ibu….. Rio?”
“ Kok senyum bu?”
“ Bu, Ara sama sekali ngga kenal siapa dia, tahu orangnya aja juga waktu itu aja. Mungkin aja waktu itu kebetulan aja, jadi ibu jangan berpikir macam-macam ya…..”. Ciara meninggalkan ibunya dengan senyum simpulnya yang sangat manis. Ibu hanya tersenyum. Tiba-tiba Ciara lari keluar kamarnya.
“ Ya ampun bu, ada yang Ara lupa….”, Ibu yang tahu kejadian itu semakin bingung melihat kekonyolan Putrinya itu.
“ Apanya yang lupa?”
“ Jaket… yah jaket milik Rio yang waktu itu, ibu tahu dimana?” tanyanya bingung.
“ Kenapa dengan jaketnya?”
“ Harus segera dikembalikan, kalau ngga…..kalau ngga…”
“ Kalau ngga kenapa?”
Ibu membiarkan Ciara sibuk dengan kebingungannya, melanjutkan menyiapkan makan malam mereka.
“ Ibu bantu dong, kalau ngga segera ditemukan dia pasti akan menghajarku”
“ Kenapa kok dihajar?” tanya Ibu bingung.
“ Udah lupakan, dimana bu?” rengeknya.
“ Ada di lemari kamu ibu gantung” jawab Ibu ringan.
Suasana kampus siang itu sedikit sepi, apalagi hampir semua mahasiswa dihadapkan pada ujian dadakan yang diadakan Dosen mereka. Dapat dibayangkan apa yang terjadi semua tampak lesu, dan boring. Begitu juga Aku sangat bosan.
“ Rio, ganggu ya”, tiba-tiba suara itu mengejutkan, begitu juga dengan apa yang ada dihadapanku sekarang ini.
“ Ah… ngga, ke..kenapa?”, aku sangat gugup waktu itu. Sungguh.
“ Maaf, aku hanya mau ngembaliin ini” disodorkannya sebuah bungkusan yang terbungkus sangat rapi.
“ Apa ini?” tanya ku penasaran.
“ Itu… jaket kamu yang waktu itu, sorry aku telat balikinnya”
“ Ah..ngga papa kok”
“ Thanks ya, aku harus segera balik ke kelas” aku menangkap sikap kurang nyaman dengannya dan kegalauannya terasa begitu dekat denganku. Saat itu juga Ciara meninggalkanku dan Philip.
Tanpa pikir panjang aku mengejarnya, mencari jawaban dari kecemasan yang ada pada dirinya saat itu walau mungkin akan sangat sulit. “ Ara!!!”
Ciara sama sekali mengabaikan panggilanku, dan menghentikan sejenak langkahnya hanya untuk mengatakan hal yang sangat menyakitkan.
“ Kembalilah kedalam jangan ikuti aku, kalau kamu ngajak aku kedalam pun aku ngga mau karena itu bukan tempat orang miskin seperti aku”
Tanpa menengok sedikitpun dia melanjutkan langkahnya yang semakin cepat. Apa boleh buat. Apa lagi yang harus aku lakukan. Aku hanya mengangkat kedua tanganku dan kembali ke dalam.
“ Ada aturan darimana hanya orang berada yang boleh makan dikantin ini? Mana ada. Sangat tidak realistis” gerutuku.
“ Itu sudah sejak kapan tahu lagi, apalagi sejak adanya kelompok hitam yang memecah jadi seperti ini, dulu sih katanya ngga seperti ini” jelas Philip.
Entah apa yang sedang aku pikir, saat ini aku hanya tertuju pada apa yang Ciara katakan waktu itu. Sangat tidak masuk akal. Apalagi dikampus elit seperti ini, kelompok Hitam siapa lagi? Apa ada hubungan dengan yang selalu menghajar Ciara?. Entahlah.
Seusai kelas, aku berusaha mengajak Ciara ngobrol di pojok taman kampus, saat aku menemuinya sangat sulit tapi setelah sedikit memohon diapun mau tapi, hanya 15 menit.
“ Ada apa?”
“ Gue Cuma mau tanya…..” pertanyaan ku terpotong dengan pertanyaan yang sama ingin aku tanyakan.
” Kenapa aku dibedakan, selalu diolok-olok, apalgi istirahat dikantin pun tidak boleh?….”
” Jawabannya Cuma satu KARENA AKU MISKIN DAN HANYA BEASISWA yang membawaku sampai disini. Puas?!” jelasnya.
“ Cukupkan” tambahnya.
Aku hanya diam sangat sulit menerima hal itu.
“ Tapi kenapa?” tanyaku datar.
“ Karena dorongan sekolah dan keluarga yang telah membuat aku memilih ini walau aku tahu akan seperti ini, semua pakai mobil mewah hanya aku yang naik bus, jadi siapa aku pantaskah berbangga diri?”
“ Apa kabar dengan pengetahuan yang tanpa membedakan kaya miskin?”
“ Di kampus ini hal itu tidak berlaku sama sekali, yang penting gaya dan pamer itu dah cukup, nilai tinggal bayar pengawas selesai. Lulus”
Itu memang kebenaran yang aku tangkap disana tapi, apa sampai begitu parahnya. Cukup lama kami berbincang, ada kekaguman yang mendalam pada diri Ciara, selain kekaguman yang selalu aku rasakan sejak saat itu.
“ Lu yakin, dengan keputusan lu ini? Jadi orang susah?” tanya Philip gusar.
“ Yang penting lu dukung gue ok?!”
“ Phil, kaya’nya gue jatuh cinta deh sama Ciara”
“ Karena itu lu mutusin hal ini, lu masih waraskan? Apa kata anak-anak, orang tua lu?”
“ Masa bodoh, buat apa mikirin hal yang ngga penting. Mikir orang lain lagi, ngga ada untungnya buat gue.”
Mungkin aku terlalu yakin dengan apa yang aku lakukan, meninggalkan Asrama dan mengontrak rumah petak, meninggalkan kehidupan yang selam ini ada padaku.
“ Hei…ketemu lagi kita ya..” sapaku saat tanpa sengaja aku bertemu dengan Ciara, dia sangat terkejut dengan adanya aku di bus itu.
“ Hai kok naik bus? Mana mobilnya?”
“ Enak juga ya naik bus? Ada Ac-nya. Angin Cendela…hahahah”
Sungguh manis saat dia tersenyum. Entah apa yang membawa kami kedalam obrolan yang sangat menarik dari soal kehidupan dan pacar. Ternyata Ciara sosok yang sangat bersahabat dan enak diajak ngobrol segala hal. Walau masih dengan sikap menunduknya.
“ Kenapa kamu mau tinggal ditempat kamu sekarang? Padahal apa enaknya?”
Pertanyaan itu terucap saat kami berjalan ditaman sesaat setelah melihat hasil ujian semester ini, aku akui dia pintar tidak salah kalau dapat beasiswa.
“ Kok ngga dijawab?” tanyanya lagi.
“ Eh…aku….”, “kok lama?”
“ Enak aja lagi, emang kenapa?”jawabku spontan.
“ Kalau dirumah atau di asrama kan ada pembantu jadi lebih enak tinggal bilang datang dan selesai”
“ Kalau bisa sendiri kenapa perlu pembantu?” tanyaku.
Untuk sekian kalinya kami tertawa dan melupakan semua hal yang menyesakkan. Dan Ciara memperlihatkan keenerjikannya diluar kebisuannya selama ini.
“ Yo’, kamu itu lucu ya kalau gini”
“ Maksudnya?”
“ Iya, biasanya Lu-gue, selalu pasang muka garang, cuek ngga mau kenal orang, sekarang….”
“ Itu kamu, biasanya jalan nunduk, pendiam, sok tegar padahal rapuh, sekarang…”
“ Jadi berubah semua bocor abis” kami mengatakannya bersamaan.

**
“ Ra’. Gila kali lu ya, malam minggu ini jalan sama Rio? Gue ngga mimpikan denger berita ini?” tanya Windy girang.
“ Kamu itu ngomong apa? Ngga ada yang istimewa? Dimana-mana malam minggu sama saja”
“ Tapikan, dua bulan ini lu deket banget sama dia, lu sering ke rumahnya begitu juga dia, masa lu ngga ngerasa apa-apa sih?”
“ Udah deh cukup berfantasinya. Aku kesana juga Cuma karena lewat dan searah karena rumahnya hanya beberapa Blok dari sini. Windy sayang Aku dah bilang ngga akan ada apa-apa”.
“ Lagian ini bukan yang pertama kalinya jalan malam minggu sama dia so, ngga akan ada peristiwa yang istimewa atau bahkan spektakuler, ok?” tambah Ara.
“ Apa kabar dengan masalah perasaan?”
Ciara sempat terdiam sejenak membuat seisi kamar hening.
“ Aku ngga ada feelling apapun, he jus friends no more”
“but if you have felling with him and you hide from the truth? What will you do?”
“ Win, please…..”
“ Inget ra’ , if you love him lets tell, before to late”
Apa yang dikatakan Windy sangat beralasan apalagi menyangkut perasaan tapi gengsilah bila Ciara harus mengatakan terlebih dahulu. Dia hanya bisa berharap dan berdoa.
Entah apa yang akan terjadi bila saat ini aku mengatakan yang sebenarnya bahwa aku menyukainya sejak saat pertama melihatnya. Semua persiapan sudah selesai, Philip yang mengerjakan semuanya. Memasak, dekorasi merubah loteng rumahnya menjadi suasana yang teramat romantis dan macam lainnya termasuk jemput Ciara.
Jam menunjuk angka 7 malam dengan cuaca yang sangat indah di tambah dengan sinar bulan yang menyinari seisi bumi.
Fly me to the moon dear, do together with our love


No comments:

Post a Comment