9/27/2012

Life is Hibrid


God gave us the gift of life; it is up to us to give ourselves the gift of living well. -Voltaire 

Senin, 27 September, tepatnya empat puluh tujuh tahun yang lalu. Suara adzan dhuhur menjadi pembuka kehidupan baru bagi seorang bayi mungil dari sepasang suami istri dari sebuah pulau seluas sepuluh ribu kilometer, berpasir putih diujung selatan pulau sulawesi diantara seratus tiga puluh gugusan pulau kecil. Mata kecil itu masih belum bisa terbuka, namun bagi sang guru pencinta laut dan sang ibu pencinta buku adalah sebuah kebahagiaan tak terkira dengan kelahiran putra keduanya ini yang sekaligus menjadi putra tertua setelah putri pertama harus menghadap ilahi.

Terbayangkan bagaimana rasa bahagia menyeruak, membumbung dan berpendar setelah suara tangis bayi kecil ini tersentak dengan hirupan pertama aroma dunia diantara karbon dan oksigen. Air mata sang ibunda menetes seketika melihat bayi merah itu akan menuliskan prasasti hidupnya kelak, dengan beragam sudut pandang hidup dan sejarah.

Kini, bayi kecil itu telah tumbuh dewasa, tinggi, gagah dan berwibawa. Usianya hampir setengah abad. Banyak pelajaran hidup yang telah ditorahkannya melalui tulisannya, pemikirannya, permasalahan dan kebahagiaannya. Dan semua orang pasti mengenalinya. Ia adalah pecinta sastra seperti sang Bunda (Amma’), seorang pendidik seperti sang Ayah (Bapak), dan seorang pejuang seperti kombinasi kedua orang tua. Berdiri tegak diantara deru kendaraan ibukota, tenggelam dalam lautan karbon dan timbal. Menyusuri setiap jengkal detak jantung kota untuk bertahan hidup dan menghidupi.

15 tahun lalu, kesegaran pemikiran, pengetahuan politik, dan kapabilitas memimpin membawanya kepada kota penuh intrik, Jakarta. Lima belas tahun lalu pula menjadi tonggak berdirinya kesuksesan dan kerja keras yang Ia pancang dari masa kanak-kanaknya, seperti yang pernah Ia ucapkan “Suatu saat nanti, saya akan berada disini, mengelilingi Bundaran Hotel Indonesia mengendarai mobil saya sendiri”, dan itulah yang terjadi.

131400 jam adalah saksi bisu sejarah yang  Ia torehkan. Sejarah pergumulan hidupnya, permasalahannya, canda dan airmatanya, saat banyak orang datang dan pergi dalam hidupnya.
Ia pernah berkata, “Akhirnya nanti sendiri ma’ saya ini, sampai tua”, namun aku berkata kepadanya,”Papa tidak akan sendiri, Ada Dato’, Ada kami anak-anakmu”.

5475 hari merupakan kunci emas dalam setiap detak hidup yang dijalaninya. Bersama keluarga kecilnya, anak-anak yang dewasa dan lulus kuliah, Ibunda yang selalu mengasihi dan mendoakannya, dan sahabat-sahabat yang selalu membuatnya melupakan sejenak masa-masa sulit yang dilaluinya.

kini Ia menjadi mata sang malam, dalam kesayuan matanya diantara guratan garis wajah dan lingkaran hitam matanya, masih tersimpan sejuta harap, impian dan semangat yang kadang tak mampu Ia ungkapkan, tak seperti kantung matanya yang begitu pandai menyiasati kata waktu. Tak ada lagi tidur cukup, tak banyak lagi masa bersantai. Namun ia selalu tersenyum, saat anak-anaknya berkumpul, berbagi cerita dan bercanda. Mungkin inilah kebahagiaan yang sebenarnya baginya, namun juga kesedihan baginya saat salah satu anaknya harus sakit, terkulai lemas. Namun layaknya kantung mata yang mampu menyiasati hidup, kehalusan kata, kehangatan cinta kasihnya menjadikannya tetap tegar, kuat walau kadang sayap-sayap hidup itu harus patah, dan menunggu untuk kembali dapat dikepakkan.

Dan hari ini, bersama hujan yang mengguyur pergantian jam, aroma tanah basah yang mengisi kelamnya malam, menjadikan pengharapan baru, perubahan baru, untuk segala hal yang lebih baik dan jauh lebih baik.

-Every Years on Your Birthday, you get a chance to start new, Sammy Hagar -

Selamat Ulang tahun Ayahanda tercinta....much love and care.
God gave us the gift of life; it is up to us to give ourselves the gift of living well. -Voltaire 

Senin, 27 September, tepatnya empat puluh tujuh tahun yang lalu. Suara adzan dhuhur menjadi pembuka kehidupan baru bagi seorang bayi mungil dari sepasang suami istri dari sebuah pulau seluas sepuluh ribu kilometer, berpasir putih diujung selatan pulau sulawesi diantara seratus tiga puluh gugusan pulau kecil. Mata kecil itu masih belum bisa terbuka, namun bagi sang guru pencinta laut dan sang ibu pencinta buku adalah sebuah kebahagiaan tak terkira dengan kelahiran putra keduanya ini yang sekaligus menjadi putra tertua setelah putri pertama harus menghadap ilahi.

Terbayangkan bagaimana rasa bahagia menyeruak, membumbung dan berpendar setelah suara tangis bayi kecil ini tersentak dengan hirupan pertama aroma dunia diantara karbon dan oksigen. Air mata sang ibunda menetes seketika melihat bayi merah itu akan menuliskan prasasti hidupnya kelak, dengan beragam sudut pandang hidup dan sejarah.

Kini, bayi kecil itu telah tumbuh dewasa, tinggi, gagah dan berwibawa. Usianya hampir setengah abad. Banyak pelajaran hidup yang telah ditorahkannya melalui tulisannya, pemikirannya, permasalahan dan kebahagiaannya. Dan semua orang pasti mengenalinya. Ia adalah pecinta sastra seperti sang Bunda (Amma’), seorang pendidik seperti sang Ayah (Bapak), dan seorang pejuang seperti kombinasi kedua orang tua. Berdiri tegak diantara deru kendaraan ibukota, tenggelam dalam lautan karbon dan timbal. Menyusuri setiap jengkal detak jantung kota untuk bertahan hidup dan menghidupi.

15 tahun lalu, kesegaran pemikiran, pengetahuan politik, dan kapabilitas memimpin membawanya kepada kota penuh intrik, Jakarta. Lima belas tahun lalu pula menjadi tonggak berdirinya kesuksesan dan kerja keras yang Ia pancang dari masa kanak-kanaknya, seperti yang pernah Ia ucapkan “Suatu saat nanti, saya akan berada disini, mengelilingi Bundaran Hotel Indonesia mengendarai mobil saya sendiri”, dan itulah yang terjadi.

131400 jam adalah saksi bisu sejarah yang  Ia torehkan. Sejarah pergumulan hidupnya, permasalahannya, canda dan airmatanya, saat banyak orang datang dan pergi dalam hidupnya.
Ia pernah berkata, “Akhirnya nanti sendiri ma’ saya ini, sampai tua”, namun aku berkata kepadanya,”Papa tidak akan sendiri, Ada Dato’, Ada kami anak-anakmu”.

5475 hari merupakan kunci emas dalam setiap detak hidup yang dijalaninya. Bersama keluarga kecilnya, anak-anak yang dewasa dan lulus kuliah, Ibunda yang selalu mengasihi dan mendoakannya, dan sahabat-sahabat yang selalu membuatnya melupakan sejenak masa-masa sulit yang dilaluinya.

kini Ia menjadi mata sang malam, dalam kesayuan matanya diantara guratan garis wajah dan lingkaran hitam matanya, masih tersimpan sejuta harap, impian dan semangat yang kadang tak mampu Ia ungkapkan, tak seperti kantung matanya yang begitu pandai menyiasati kata waktu. Tak ada lagi tidur cukup, tak banyak lagi masa bersantai. Namun ia selalu tersenyum, saat anak-anaknya berkumpul, berbagi cerita dan bercanda. Mungkin inilah kebahagiaan yang sebenarnya baginya, namun juga kesedihan baginya saat salah satu anaknya harus sakit, terkulai lemas. Namun layaknya kantung mata yang mampu menyiasati hidup, kehalusan kata, kehangatan cinta kasihnya menjadikannya tetap tegar, kuat walau kadang sayap-sayap hidup itu harus patah, dan menunggu untuk kembali dapat dikepakkan.

Dan hari ini, bersama hujan yang mengguyur pergantian jam, aroma tanah basah yang mengisi kelamnya malam, menjadikan pengharapan baru, perubahan baru, untuk segala hal yang lebih baik dan jauh lebih baik.

-Every Years on Your Birthday, you get a chance to start new, Sammy Hagar -

Selamat Ulang tahun Ayahanda tercinta....much love and care.