11/29/2009

Untukmu Kawan


*Kian Savero Adityansyah**

Langit jakarta malam ini sama dengan hari-hari yang lalu, gelap tak berbintang, hanya dihiasi sinar jutaan watt lampu dijalan yang aku tangkap tiap harinya yang berusaha menembus kegelapan langit selama aku menginjakkan kakiku di kota yang penuh dengan kebisingan ini. Dan ternyata semuanya hanya sia-sia langit tetap sama seperti yang kemarin bahkan hari ini. Bising, membosankan, panas, segala yang menbingungan ada di ibu kota ini.

Kalimat itu yang menghiasi catatan cerita pada dokumen word yang jadi tempat curhatku tiap harinya. Tidak tahu kenapa belakangan perasaaan gundah dan cemas selalu mengangguku apalagi sejak mimpi-mimpi yang selalu hadir dalam tidurku setiap malam. Mimpi tentang bertemu kembalinya aku dengan Yoppy seorang sahabat masa kecilku yang telah meninggal 2 tahun lalu akibat Over dosis dan HIV/AIDS yang menggrogotinya hingga dia mengakhiri hidupnya dengan mengkonsumsi Inex (bahasa gaul dari Narkotika, red-) secara berlebih. Entah apa maksud dari mimpi yang selalu menghantui itu, hanya beberapa teman mengatakan bahwa Yoppy butuh bantuan doa dariku. Tapi bukannya itu selalu aku panjatkan dalam setiap doaku. Entahlah aku bingung….

Kuhempaskan saja tubuh ini di lantai kamar mencari jawaban dari semua teka-teki itu.
Yoppy adalah seorang sahabatku sejak kami sama-sama sekolah di Jogja dari mulai SD sampai dengan kelas 2 SMU kami bersama hingga banyak yang mengatakan kalau kami ini seolah seperti kakak-adik. Walau sebenarnya kami bertolak belakang. Yoppy harus pindah ke Jakarta karena ayahnya yang bekerja di Deperindag harus dipindahtugaskan disana. Pada saat itu juga kami pisah, bukan hanya aku yang merasa sedih tapi juga teman segeng kami, Jo, Aldi, dan Sony….

Kami hanya bisa mengetahui kabarnya lewat surat pendek dan hubungan telpon singkat.
“ hei kalian pakabar, kangen nih pengen ngumpul lagi dan berenang bareng di sungai desa seberang. Aku baek aja kok hanya belakangan ibu sering sakit-sakitan dan ayah jarang pulang. Ok jaga diri kalian ya…..”
Mungkin itu lah salah satu ini surat pertama dan terakhir darinya. Sejak hari itu surat yang kami tunggu ngga pernah datang lagi. Hanya secarik alamat yang tertinggal, sedang no telpon yang ditinggalkan selalu tidak dapat dihubungi.

“ al, gimana ni dah setahun Yoppy ngga ada kabar sama sekali, mba Selly juga ngga tahu kabarnya padahalkan dia kan kakaknya” bukaku.,Aldi dan yang lain hanya diam. Sedang Sony hanya mondar-mandir, tiba-tiba dia nyeletuk.
“ kita susulin aja dia ke jakarta, lagipula kan Dinda ada keluarga disana, gimana?”
“kalau perlu pindah kesana aja, tahun ini kan kita lulus” tambahnya.
“lu ini gila apa sinting sih, jakarta itu bukan kaya di jogja” jawab Aldi seolah tahu segalanya.
Aku dan Jo terbengong dengan percakapan mereka. Tapi benar juga pikirku, kenapa aku tidak berpikir sampai disitu. Bukannya di sana ada Om Harry kakak mama dan istrinya Tante Marni. Aku hanya senyum-senyum dengan pikiranku itu. Sementara yang lain masih bersitegang dengan pikiran mereka.
“aku akan ke jakarta!” kataku tiba-tiba mantap.
Sementara Aldi Cs terbengong kaget dengan keputusanku yang mendadak.
“ka..kamu serius?” tanya Jo memastikan.
“ya aku akan ke sana!!” aku semakun mantap dengan keputusan itu.
Kutemukan sebuah amplop putih tanpa alamat dan pengirim berada dalam kotak suratku. Terburu aku buka surat itu. Ternyata dari Yoppy.
“ Din, pakabar… sory lama ngga kasih kabar. Aku baik kok, gimana kabar anak-anak yang lain?. Oh ya ibu sudah 2 bulan ini meninggal dunia akibat serangan kanker rahim. Sekarang ayah punya istri baru Wulan namanya. Sejak saat itu aku tinggal sendiri. Jaga diri kalian ya……”.
Aku sama sekali tidak mengerti maksud dari surat Yoppy kali ini tanpa alamat tanpa pengirim begitu juga yang lain.
**
UAN telah selesai dilaksanakan, kami sudah sepakat setelah kelulusan segera ke Jakarta melanjutkan kuliah disana sekalian mencari Yoppy sobat kecil kami yang entah dimana keberadaannya. Apalagi masing-masing dari kami telah dapat ijin dari keluarga, hal ini semakin memantapkan langkah kami.
Usai wisuda kelulusan kami segera bergegas berpamitan dengan teman, keluarga dan kerabat untuk segera ke Jakarta.


“ JAKARTA kami datang……” teriak kami girang.
Kereta Taksaka yang membawa kami mulai berjalan malam itu, semakin cepat, dan cepat. Memang cukup jauh jarak yang harus kami tempuh ya…. 8 jam lamanya kami harus didalam kereta. Cukup membosankan berada di dalam kotak panjang yang berjalan diatas rel baja sebagai lintasan pacunya, ditambah suara gemuruh dan goyang saat kereta berjalan. Sangat membosankan. Waktu menunjuk tengah malam tapi masih saja mata ini sulit terpejam, pikiran ku masih melayang hingga tiba-tiba terbesit dalam pikirku sosok gadis lugu yang sudah terlalu lama terlupa, Seruni, gadis kecil yang aku kenal sewaktu aku liburan ke jakarta 5 tahun lalu di belakang komplek perumahan Om Harry. Mungkin sekarang sudah sama aku lulus SMU dan siap ke jenjang kuliah. Kutepisnya bayangan itu tiba-tiba sambil ku lempar pandangan ke luar….
**
“perhatian para penumpang sekalian kereta dalam 5 menit kedepan segera memasuki pemberhentian terakhir Stasiun Gambir, harap penumpang mempersiapkan barang bawaan dan periksa barang anda jangan sanpai ada yang tertinggal, terima kasih telah menggunakan kereta ini”.
Suara salah seorang pramugara kereta mendadak membangunkan kami, tanpa sadar kereta sudah memasuki Jakarta.

“ Jo.. bangun dah nyampai..” bentakku.
“Al, periksa barang bawaan kita ya.. aku telpon tante Marni diluar” perintahku. Sementara aku keluar, jo yang terkaget masih bingung sedang Aldy dan Sony sibuk dengan barang bawaan mereka.
“bantuin dong Jo…berat nih jangan ling-lung gitu dong” kata Aldy sewot.
“iya…ini juga baru mau bantu” jawab Jo tidak kalah sewot.
‘udah ngga usah berantem cepetan udah ditunggu Dinda di luar” sergah Sony sambil menunjuk Dinda yang telah berada diluar asyik dengan percakapan dengan tante dan om nya mengenai kedatangannya ke jakarta.
“oh… gini toh jakarta panas banget…” seru Jo yang emang kejawen banget.
“udah ngga usah Ndeso gitu, memang di Jogja ngga panas apa?” timpal Aldy.
“ yee cuma bilang gitu aja sewot” gerutu Jo.
“udah yuk cari taksi” ajakku mengakhiri petengkaran mereka.
Sebuah taksi membawa kami membelah jakarta pagi itu yang masih sepi kendaraan dan orang lalu lalang menuju salah satu perumahan di daerah Kelapa Gading. Membutuhkan sejam untuk sampai di daerah itu disana keluarga Om Harry sudah menunggu dengan penuh bahagia menyambut kami.

”ini dia tamu kita dah dateng…calon anak-kost” sapanya ramah sambil memelukku dan menyalami yang lain. “ ayo masuk” ajaknya.
Selama disana kami disambut sangat ramah, Om Harry banyak bercerita keadaan selama tinggal disini dari kejadian Trisakti, kerusuhan sampai keadaan yang sekarang ini Krisis ekonomi. “Sungguh mengasyikkan pikirku tinggal di Jakarta selain kami ingin melanjutkan ke jenjang Universitas tujuan kami yang lain adalah mencari kawan kami yang hilang, Yoppy Pratama”. Kalimat itu tiba-tiba membisukan seluruh ruangan paman yang sedari tadi sibuk bercerita terkaget dengan ucapanku begitu juga Tante Marni dan Cantik putrinya.
“ kenapa, ada yang salah ya? Kok pada bingung begini?” tanya ku kebingungan melihat reaksi semua yang ada di ruangan itu.
“ah… ngga ada apa-apa, paman cuma kaget aja tiba-tiba kamu mengatakan hal itu, ya kan bu?” katanya kemudian diikuti anggukan Tante Leny, mengiyakan.
Kami pun lalu tertawa setelah melihat kejadian yang membekukan itu. Tapi satu hal ada yang mengganjal rasanya ada yang paman sembunyikan dari kami. Tapi sudahlah aku tidak mau lagi menambah pikiran ku dengan apa yang paman ucapkan dan tafsiran bodohku. Lebih baik aku kembali kekamar dan merebahkan badan dan mengendorkanototku yang masih tegang sejak dikereta.
“ paman kayanya Dinda merasa ada yang paman sembunyikan dari pembicaraan terakhir mengenai Yoppy….?”

“ ah.. kamu ngga pernah berubah selalu dengan penafsiran, oh ya bagaimana kabar orang tua mu?” seolah paman menghindari dari pertanyaan itu.
“ sudahlah paman jangan suka mengalihkan pembicaraan, tinggal jawab aja apa susahnya sih? Dari pada bohong begitu.”

Sesaat ruang depan jadi sepi malam ini,
“ngga ada apa-apa kok” elaknya lagi.
“sudahlah paman biar Dinda dan teman-teman yang cari jawabnya sendiri”. Akupun meninggalkan paman yang masih terpaku. Sedang kau merasa ada tantangan untuk mengetahui jawaban teka-teki itu.

**
Hari ketiga di jakarta tidak banyak yang dapat kami lakukan selain selalu jalan sekitar komplek dan senda gurau serta menunggu tes UMPTN disalah satu universitas di Jakarta.
“ om kemarin nyariin Kak Yoppy ya?” tiba-tiba Cantik menanyakan pertanyaan yang aku utarakan ke paman beberapa hari lalu.
“ iya emang kenapa? Dia itu kawan om waktu kecil, anaknya baik banget….” kalimatku terpotong dengan jawaban tak terduga.
“…..suka ketawa dan suka ngasih permen sama Cantik”, Cantik tampak tersenyum bahagia ambil menerawang jauh kelangit yang mendung hari itu.
“ dia sering datang lagi Om, ke rumah Cantik. Beberapa kali juga sempat menginap. Om tahu ngga sih kalo kak Yoppy itu orangnya ganteng banget, trus suka main ke tempat kak Seruni nyeritain Om Dinda lho….dia selalu bangga setiap nyeritain Om” gadis cilik ini begitu lincah bertutur, sehingga aku terlena dibuatnya apalagi mengenai Seruni.
“ tapi…..” tiba-tiba gadis kecil itu tertunduk dan tidak melanjukan ceritanya.
“ tapi kenapa Cantik?” aku jadi penasaran dibuatnya. Sementara Cantik masih terdiam air mata gadis cilik itu menetes.
“ lho kok malah nangis? Ada apa boleh Om Dinda Tahu?”
“ tapi sejak mamanya meninggal kak Yoppy jarang kerumah, apalagi setiap kerumah selalu bertengkar sama mama-papa, dan selalu kakak dipukul hingga berdarah….cantik jadi sedih” ceritanya.
Aku tidak percaya gadis umur 7 tahun dapat membuka semua kebohongan paman selama ini dengan kepolosannya. Tangan ku mengepal dan bergetar dasyat tubuh ini mendengar semua ini.
“ oh ya om kata kakak kalo nanti om kesini Cantik disuruh kasih ini ke Om, katanya ini sangat berarti buat om” dikeluarkanya sebuah kalung liontin merah yang aku ingat itu adalah kenang-kengan waktu dibali dulu dibelakanya tertulis nama kami.
“ kakak juga bilang: atas nama persahabatan selalu selamanya bersama walau maut memisahkan” kami mengucapkan kalimat itu bersama. Kami pun terdiam.
“ Paman, besok Dinda dan kawan-kawan pindah di kost yang baru, jadi paman tidak perlu repot lagi ngurusin aku dengan kebohongan ini” ucapanku spontan membuyarkan keseriusan paman yang sibuk dengan lemburannya yang menumpuk.
“ maksud kamu apa, paman ngga ngerti. Sudahlah paman sibuk”
“mengenai Yoppy, Seruni, dan ibunya” emosiku semakin tidak terkendali, sedang paman masih dengan kesibukannya.
“ pemukulan dan sandiwara kebaikan paman sebelum mama Yoppy meninggal, tepi setelah itu paman membuang Yoppy memukulnya dan…..” suaraku meninggi sehingga membangunkan seluruh isi rumah menuju keruang kerja tempat kami bertengkar.
“ cukup!!!” paman menghentikan kata-kataku yang semakin tidak karuan.
“ kamu tahu apa tentang dia? Teman, sahabat, kalung?? Dia Anakku!” kalimat terakhir membuat ku terasa mati langkah, antara pecaya tidak percaya.
“ kamu tahu dia anakku yang kutitipkan ke mbak Ross yang sekarang dia akui sebagai ibu dan mengganggapku sampah padahal aku yang biayai semua hidupnya”
“sejak dia dijakarta dia berubah menjadi orang lain penuh bau alkohol,wanita dan narkotik. Selalu minta uang. Hingga saat terahir mbak Ross meninggal dia tidak pernah berubah!” paman semakin gila dengan cerita dan emosinya yang tidak mampu dibendung lagi.
“ cukup papa, jangan diteruskan….” cegah tante Leny. Tapi paman tidak menggubris larangan.
“hingga akhirnya aku mengusirnya dan….” kalimat itu terhenti.
“ dan membuangnya menbiarkan dia kedinginan dan merasa terbuang?” tambahku.
Keadaan malam itu adalah penuh dengan emosi dan panas. Sedang yang lain mendengar dan tidak mampu berbuat apa untuk menghentikan pertikaian kami.
“ kamu salah anak muda…. dia tetap disini dengan keadaan yang sama hingga minggu lalu…..”
“ kakak meninggal over dosis dan positif HIV AIDs” cantik menambah kalimat yang terputus itu lalu menghambur lari kekamarnya. Semua beralih menatap gadis kecil itu.
Spontan kami semua terkejut tidak terkecuali paman dengan pernyataan sikap Cantik yang mengatakannya secara gamblang tidak ditutupi malah terkesan polos.
Mendengar pernyataan itu paman tersungkur simpuh tidak berdaya, dan aku mengejar Cantik dikamarnya diikuti tante Leny, sedang yang lain masih tidak percaya dengan tragedi yang menimpa sahabat semasa kecil mereka.
“Cantik maafkan om ya…” ucapku lirih.
“om ngga salah kok, memang seharusnya ini diceritakan bukan disembunyikan, kakak pernah bilang kalau terus bohong lama ketahuan juga iya kan om?” tangan kecil itu menarikku dan memelukku erat dan membisikkan kalimat “kakak tenang sekarang melihat sahabat kakak tidak pernah berubah”, aku mengernyitkan dahiku dan melepas pelukan itu memandang lekat Cantik menunggu kalimat selanjutnya.
” itu pesan terakhirnya” rasanya itu menjadi kalimat terakhir cantik malam itu apalagi saat aku tanya surat terakhir yang aku terima cantik hanya diam dan tante yang menjawab bahwa dialah yang menulis surat itu tanpa maksud apapun.
Sejak kejadian semalam kami masih terdiam kaku seolah badai salju baru saja menghantam dan membekukan suasana di antara kami. Suasana kembali mencair setelah ada ajakan dari Aldi untuk berziarah ke makam Yoppy. Walau pun sebelumnya paman menolak ajakan itu setelah mengingat kata Cantik “ saatnya untuk meminta maaf mama-papa” mereka pun mengiyakan rencana itu,dan kami akan pergi esok pagi.
**
Matahari masih malas menampakkan sinarnya gara-gara hujan semalam, sementara aku masih tertidur bersama Cantik disampingku yang sudah terbangun duluan. Yang lain juga demikian.
Alarm beker dikamar menunjukkan jam 7 pagi saat aku bangun, kulihat dengan samar Cantik sudah rapi dengan baju untuk ziarahnya disusul yang lain.
“kerbo bangun dah siang jam berapa mau perginya?” suara Aldi membuka mataku lebar-lebar.
“ iya ini juga udah jalan” kataku malas.
Setelah beberapa lama kami semua sudah siap tanpa kecuali paman Harry. Kami pun segera menuju pemakaman yang ditempuh selama 30 menit dari rumah. Selama perjalanan aku terpaku padaingatan masa lalu ku juga sebuah sajak yang aku tulis bersama Yoppy semasa SD.
Persahabatan yang indah tanpa tikai,
Bersama duka lara
Saling mengangkat saat jatuh
Berpeluk saat bahagia
Untukmu sahabat sejati
Bersama selamanya
Tanpa terasa kami sudah sampai di lokasi pemakaman yang tertata rapi. Sesaat semua membisu setelah berhadapan pada sebuah nisan yng masih basah dengan air hujan semalam tertulis “YOPPY PRATAMA , LAHIR 15 NOVEMBER 1984, WAFAT 16 NOVEMBER 2001”. Tiada yang dapat kami panjatkan selain doa dan doa keselamatannya.
“ sobat maafkan aku segala salah ku kini semua telah lengkap perjalananmu walau hanya sesaat tapi aku tahu itu bahagia untukmu, aku janji persahabatan kita tidak akan hanya sampai di sini semua cita-cita itu akan terwujud. Semoga damai selalu menyertai mu. Amin”.
**
Sebulan sudah kami berada di Jakarta selama itupula semua kenangan itu terukir. Tapi ternyata waktu berkehendak lain. Setelah teman-teman tahu keadaan ini mereka memutuskan kembali ke Jogja apalagi setelah mereka dinyatakan tidak lulus tes. Apa yang dapat aku perbuat sungguh tidak bisa aku melarang mereka, tapi satu hal yang melegakan kami akan tetap bersama walau jarak memisahkan dalam ikatan PERSAHABATAN.
Sedangkan aku tetep dikota yang penuh polusi ini melanjutkan belajar serta mewujudkan semua mimpiku dan harapan Yoppy menjadi model dan seorang bintang masa depan.
“untukmu sahabat ku persembahkan kesuksesan ini” ucapku dalam hati.
Sejak hari itu kami hanya mampu berkomunikasi lewat telepon dan e-mail karena salah satu suantara kami, Sony melanjutkan sekolah di Melbourn University.
Kini aku tahu apa maksud mimpi itu, aku harus tetap berjuang untuk mewujudkan semua ambisi, angan dan impian kami bahwa aku tidak boleh berhenti sampai disini.
“aku akan terus berjuang teman tetaplah dibelakangku mendampingi dan menuntunku. Satu untuk semua semua untuk satu. Bersama selamanya”

Indahnya persahabatan jikalau kita bersama
Saling mengangkat dan mensejajarkan
Tertawa membawa damai
Walau pertikaian selalu ada, suka cita kita bawa
Semua selesai dengan sendiri
Bila kau sakit dan jatuh
Kami kan mengangkat
Jika kau diatas kau kan menunduk
Ingat kami kawan, ingat janji kita
Bersama selamanya
Dalam seru cinta suka cita “ persahabatan”
Dan persahabatan itu selalu indah….

oo0oo
untuk yang telah mendahului kami Ivan Ardi Pratama, kau selalu untuk dikenang.Kawan.

No comments:

Post a Comment