*Kian Savero Adityansyah**
Langit jakarta malam ini sama dengan
hari-hari yang lalu, gelap tak berbintang, hanya dihiasi sinar jutaan watt
lampu dijalan yang aku tangkap tiap harinya yang berusaha menembus kegelapan
langit selama aku menginjakkan kakiku di kota yang penuh dengan kebisingan ini.
Dan ternyata semuanya hanya sia-sia langit tetap sama seperti yang kemarin
bahkan hari ini. Bising, membosankan, panas, segala yang menbingungan ada di
ibu kota ini.
Kalimat itu yang menghiasi catatan cerita
pada dokumen word yang jadi tempat curhatku tiap harinya. Tidak tahu
kenapa belakangan perasaaan gundah dan cemas selalu mengangguku apalagi sejak
mimpi-mimpi yang selalu hadir dalam tidurku setiap malam. Mimpi tentang bertemu
kembalinya aku dengan Yoppy seorang sahabat masa kecilku yang telah meninggal 2
tahun lalu akibat Over dosis dan HIV/AIDS yang menggrogotinya hingga dia
mengakhiri hidupnya dengan mengkonsumsi Inex (bahasa gaul dari Narkotika, red-)
secara berlebih. Entah apa maksud dari mimpi yang selalu menghantui itu, hanya
beberapa teman mengatakan bahwa Yoppy butuh bantuan doa dariku. Tapi bukannya
itu selalu aku panjatkan dalam setiap doaku. Entahlah aku bingung….
Kuhempaskan saja tubuh ini di lantai kamar
mencari jawaban dari semua teka-teki itu.
Yoppy adalah seorang sahabatku sejak kami
sama-sama sekolah di Jogja dari mulai SD sampai dengan kelas 2 SMU kami bersama
hingga banyak yang mengatakan kalau kami ini seolah seperti kakak-adik. Walau
sebenarnya kami bertolak belakang. Yoppy harus pindah ke Jakarta karena ayahnya
yang bekerja di Deperindag harus dipindahtugaskan disana. Pada saat itu juga
kami pisah, bukan hanya aku yang merasa sedih tapi juga teman segeng kami, Jo,
Aldi, dan Sony….
Kami hanya bisa mengetahui kabarnya lewat
surat pendek dan hubungan telpon singkat.
“ hei kalian pakabar, kangen nih pengen
ngumpul lagi dan berenang bareng di sungai desa seberang. Aku baek aja kok
hanya belakangan ibu sering sakit-sakitan dan ayah jarang pulang. Ok jaga diri
kalian ya…..”
Mungkin itu lah salah satu ini surat
pertama dan terakhir darinya. Sejak hari itu surat yang kami tunggu ngga pernah
datang lagi. Hanya secarik alamat yang tertinggal, sedang no telpon yang
ditinggalkan selalu tidak dapat dihubungi.
“ al, gimana ni dah setahun Yoppy ngga ada
kabar sama sekali, mba Selly juga ngga tahu kabarnya padahalkan dia kan
kakaknya” bukaku.,Aldi dan yang lain hanya diam. Sedang Sony
hanya mondar-mandir, tiba-tiba dia nyeletuk.
“ kita susulin aja dia ke jakarta, lagipula
kan Dinda ada keluarga disana, gimana?”
“kalau perlu pindah kesana aja, tahun ini
kan kita lulus” tambahnya.
“lu ini gila apa sinting sih, jakarta itu
bukan kaya di jogja” jawab Aldi seolah tahu segalanya.
Aku dan Jo terbengong dengan
percakapan mereka. Tapi benar juga pikirku, kenapa aku tidak berpikir sampai
disitu. Bukannya di sana ada Om Harry kakak mama dan istrinya Tante Marni. Aku
hanya senyum-senyum dengan pikiranku itu. Sementara yang lain masih bersitegang
dengan pikiran mereka.
“aku akan ke jakarta!” kataku tiba-tiba
mantap.
Sementara Aldi Cs terbengong kaget dengan
keputusanku yang mendadak.
“ka..kamu serius?” tanya Jo memastikan.
“ya aku akan ke sana!!” aku semakun mantap
dengan keputusan itu.
Kutemukan sebuah amplop putih tanpa alamat
dan pengirim berada dalam kotak suratku. Terburu aku buka surat itu. Ternyata
dari Yoppy.
“ Din, pakabar… sory lama ngga kasih kabar.
Aku baik kok, gimana kabar anak-anak yang lain?. Oh ya ibu sudah 2 bulan ini
meninggal dunia akibat serangan kanker rahim. Sekarang ayah punya istri baru
Wulan namanya. Sejak saat itu aku tinggal sendiri. Jaga diri kalian ya……”.
Aku sama sekali tidak mengerti maksud dari
surat Yoppy kali ini tanpa alamat tanpa pengirim begitu juga yang lain.
**
UAN telah selesai dilaksanakan, kami sudah
sepakat setelah kelulusan segera ke Jakarta melanjutkan kuliah disana sekalian
mencari Yoppy sobat kecil kami yang entah dimana keberadaannya. Apalagi
masing-masing dari kami telah dapat ijin dari keluarga, hal ini semakin
memantapkan langkah kami.
Usai wisuda kelulusan kami segera bergegas
berpamitan dengan teman, keluarga dan kerabat untuk segera ke Jakarta.
“ JAKARTA kami datang……” teriak kami
girang.
Kereta Taksaka yang membawa kami mulai
berjalan malam itu, semakin cepat, dan cepat. Memang cukup jauh jarak yang
harus kami tempuh ya…. 8 jam lamanya kami harus didalam kereta. Cukup
membosankan berada di dalam kotak panjang yang berjalan diatas rel baja sebagai
lintasan pacunya, ditambah suara gemuruh dan goyang saat kereta berjalan.
Sangat membosankan. Waktu menunjuk tengah malam tapi masih saja mata ini sulit
terpejam, pikiran ku masih melayang hingga tiba-tiba terbesit dalam pikirku
sosok gadis lugu yang sudah terlalu lama terlupa, Seruni, gadis kecil yang aku
kenal sewaktu aku liburan ke jakarta 5 tahun lalu di belakang komplek perumahan
Om Harry. Mungkin sekarang sudah sama aku lulus SMU dan siap ke jenjang kuliah.
Kutepisnya bayangan itu tiba-tiba sambil ku lempar pandangan ke luar….
**
“perhatian para penumpang sekalian kereta
dalam 5 menit kedepan segera memasuki pemberhentian terakhir Stasiun Gambir,
harap penumpang mempersiapkan barang bawaan dan periksa barang anda jangan
sanpai ada yang tertinggal, terima kasih telah menggunakan kereta ini”.
Suara salah seorang pramugara kereta
mendadak membangunkan kami, tanpa sadar kereta sudah memasuki Jakarta.
“ Jo.. bangun dah nyampai..” bentakku.
“Al, periksa barang bawaan kita ya.. aku
telpon tante Marni diluar” perintahku. Sementara aku keluar, jo yang terkaget
masih bingung sedang Aldy dan Sony sibuk dengan barang bawaan mereka.
“bantuin dong Jo…berat nih jangan ling-lung
gitu dong” kata Aldy sewot.
“iya…ini juga baru mau bantu” jawab Jo
tidak kalah sewot.
‘udah ngga usah berantem cepetan udah
ditunggu Dinda di luar” sergah Sony sambil menunjuk Dinda yang telah berada
diluar asyik dengan percakapan dengan tante dan om nya mengenai kedatangannya
ke jakarta.
“oh… gini toh jakarta panas banget…” seru
Jo yang emang kejawen banget.
“udah ngga usah Ndeso gitu,
memang di Jogja ngga panas apa?” timpal Aldy.
“ yee cuma bilang gitu aja sewot” gerutu
Jo.
“udah yuk cari taksi” ajakku mengakhiri
petengkaran mereka.
Sebuah taksi membawa kami membelah jakarta
pagi itu yang masih sepi kendaraan dan orang lalu lalang menuju salah satu
perumahan di daerah Kelapa Gading. Membutuhkan sejam untuk sampai di daerah itu
disana keluarga Om Harry sudah menunggu dengan penuh bahagia menyambut kami.
”ini dia tamu kita dah dateng…calon anak-kost” sapanya ramah sambil memelukku dan menyalami yang lain. “ ayo masuk” ajaknya.
Selama disana kami disambut sangat ramah,
Om Harry banyak bercerita keadaan selama tinggal disini dari kejadian Trisakti,
kerusuhan sampai keadaan yang sekarang ini Krisis ekonomi. “Sungguh
mengasyikkan pikirku tinggal di Jakarta selain kami ingin melanjutkan ke
jenjang Universitas tujuan kami yang lain adalah mencari kawan kami yang
hilang, Yoppy Pratama”. Kalimat itu tiba-tiba membisukan seluruh ruangan paman
yang sedari tadi sibuk bercerita terkaget dengan ucapanku begitu juga Tante
Marni dan Cantik putrinya.
“ kenapa, ada yang salah ya? Kok pada
bingung begini?” tanya ku kebingungan melihat reaksi semua yang ada di ruangan
itu.
“ah… ngga ada apa-apa, paman cuma kaget aja
tiba-tiba kamu mengatakan hal itu, ya kan bu?” katanya kemudian diikuti
anggukan Tante Leny, mengiyakan.
Kami pun lalu tertawa setelah melihat
kejadian yang membekukan itu. Tapi satu hal ada yang mengganjal rasanya ada
yang paman sembunyikan dari kami. Tapi sudahlah aku tidak mau lagi menambah
pikiran ku dengan apa yang paman ucapkan dan tafsiran bodohku. Lebih baik aku
kembali kekamar dan merebahkan badan dan mengendorkanototku yang masih tegang
sejak dikereta.
“ paman kayanya Dinda merasa ada yang paman
sembunyikan dari pembicaraan terakhir mengenai Yoppy….?”
“ ah.. kamu ngga pernah berubah selalu
dengan penafsiran, oh ya bagaimana kabar orang tua mu?” seolah paman
menghindari dari pertanyaan itu.
“ sudahlah paman jangan suka mengalihkan
pembicaraan, tinggal jawab aja apa susahnya sih? Dari pada bohong begitu.”
Sesaat ruang depan jadi sepi malam ini,
“ngga ada apa-apa kok” elaknya lagi.
“sudahlah paman biar Dinda dan teman-teman
yang cari jawabnya sendiri”. Akupun meninggalkan paman yang masih terpaku.
Sedang kau merasa ada tantangan untuk mengetahui jawaban teka-teki itu.
**
Hari ketiga di jakarta tidak banyak yang
dapat kami lakukan selain selalu jalan sekitar komplek dan senda gurau serta
menunggu tes UMPTN disalah satu universitas di Jakarta.
“ om kemarin nyariin Kak Yoppy ya?”
tiba-tiba Cantik menanyakan pertanyaan yang aku utarakan ke paman beberapa hari
lalu.
“ iya emang kenapa? Dia itu kawan om waktu
kecil, anaknya baik banget….” kalimatku terpotong dengan jawaban tak terduga.
“…..suka ketawa dan suka ngasih permen sama
Cantik”, Cantik tampak tersenyum bahagia ambil menerawang jauh kelangit yang
mendung hari itu.
“ dia sering datang lagi Om, ke rumah
Cantik. Beberapa kali juga sempat menginap. Om tahu ngga sih kalo kak Yoppy itu
orangnya ganteng banget, trus suka main ke tempat kak Seruni nyeritain Om Dinda
lho….dia selalu bangga setiap nyeritain Om” gadis cilik ini begitu lincah
bertutur, sehingga aku terlena dibuatnya apalagi mengenai Seruni.
“ tapi…..” tiba-tiba gadis kecil itu
tertunduk dan tidak melanjukan ceritanya.
“ tapi kenapa Cantik?” aku jadi penasaran
dibuatnya. Sementara Cantik masih terdiam air mata gadis cilik itu menetes.
“ lho kok malah nangis? Ada apa boleh Om
Dinda Tahu?”
“ tapi sejak mamanya meninggal kak Yoppy
jarang kerumah, apalagi setiap kerumah selalu bertengkar sama mama-papa, dan
selalu kakak dipukul hingga berdarah….cantik jadi sedih” ceritanya.
Aku tidak percaya gadis umur 7 tahun dapat
membuka semua kebohongan paman selama ini dengan kepolosannya. Tangan ku
mengepal dan bergetar dasyat tubuh ini mendengar semua ini.
“ oh ya om kata kakak kalo nanti om kesini
Cantik disuruh kasih ini ke Om, katanya ini sangat berarti buat om”
dikeluarkanya sebuah kalung liontin merah yang aku ingat itu adalah
kenang-kengan waktu dibali dulu dibelakanya tertulis nama kami.
“ kakak juga bilang: atas nama persahabatan
selalu selamanya bersama walau maut memisahkan” kami mengucapkan kalimat itu
bersama. Kami pun terdiam.
“ Paman, besok Dinda dan kawan-kawan pindah
di kost yang baru, jadi paman tidak perlu repot lagi ngurusin aku dengan
kebohongan ini” ucapanku spontan membuyarkan keseriusan paman yang sibuk
dengan lemburannya yang menumpuk.
“ maksud kamu apa, paman ngga ngerti.
Sudahlah paman sibuk”
“mengenai Yoppy, Seruni, dan ibunya”
emosiku semakin tidak terkendali, sedang paman masih dengan kesibukannya.
“ pemukulan dan sandiwara kebaikan paman
sebelum mama Yoppy meninggal, tepi setelah itu paman membuang Yoppy memukulnya
dan…..” suaraku meninggi sehingga membangunkan seluruh isi rumah menuju keruang
kerja tempat kami bertengkar.
“ cukup!!!” paman menghentikan kata-kataku
yang semakin tidak karuan.
“ kamu tahu apa tentang dia? Teman,
sahabat, kalung?? Dia Anakku!” kalimat terakhir membuat ku terasa mati langkah,
antara pecaya tidak percaya.
“ kamu tahu dia anakku yang kutitipkan ke
mbak Ross yang sekarang dia akui sebagai ibu dan mengganggapku sampah padahal
aku yang biayai semua hidupnya”
“sejak dia dijakarta dia berubah menjadi
orang lain penuh bau alkohol,wanita dan narkotik. Selalu minta uang. Hingga
saat terahir mbak Ross meninggal dia tidak pernah berubah!” paman semakin gila
dengan cerita dan emosinya yang tidak mampu dibendung lagi.
“ cukup papa, jangan diteruskan….” cegah
tante Leny. Tapi paman tidak menggubris larangan.
“hingga akhirnya aku mengusirnya dan….”
kalimat itu terhenti.
“ dan membuangnya menbiarkan dia
kedinginan dan merasa terbuang?” tambahku.
Keadaan malam itu adalah penuh dengan emosi
dan panas. Sedang yang lain mendengar dan tidak mampu berbuat apa untuk
menghentikan pertikaian kami.
“ kamu salah anak muda…. dia tetap disini
dengan keadaan yang sama hingga minggu lalu…..”
“ kakak meninggal over dosis dan positif
HIV AIDs” cantik menambah kalimat yang terputus itu lalu menghambur lari
kekamarnya. Semua beralih menatap gadis kecil itu.
Spontan kami semua terkejut tidak terkecuali
paman dengan pernyataan sikap Cantik yang mengatakannya secara gamblang tidak
ditutupi malah terkesan polos.
Mendengar pernyataan itu paman tersungkur
simpuh tidak berdaya, dan aku mengejar Cantik dikamarnya diikuti tante Leny,
sedang yang lain masih tidak percaya dengan tragedi yang menimpa sahabat
semasa kecil mereka.
“Cantik maafkan om ya…” ucapku lirih.
“om ngga salah kok, memang seharusnya ini
diceritakan bukan disembunyikan, kakak pernah bilang kalau terus bohong lama
ketahuan juga iya kan om?” tangan kecil itu menarikku dan memelukku erat dan
membisikkan kalimat “kakak tenang sekarang melihat sahabat kakak tidak pernah
berubah”, aku mengernyitkan dahiku dan melepas pelukan itu memandang lekat
Cantik menunggu kalimat selanjutnya.
” itu pesan terakhirnya” rasanya itu menjadi kalimat terakhir cantik malam itu apalagi saat aku tanya surat terakhir yang aku terima cantik hanya diam dan tante yang menjawab bahwa dialah yang menulis surat itu tanpa maksud apapun.
” itu pesan terakhirnya” rasanya itu menjadi kalimat terakhir cantik malam itu apalagi saat aku tanya surat terakhir yang aku terima cantik hanya diam dan tante yang menjawab bahwa dialah yang menulis surat itu tanpa maksud apapun.
Sejak kejadian semalam kami masih terdiam kaku
seolah badai salju baru saja menghantam dan membekukan suasana di antara kami.
Suasana kembali mencair setelah ada ajakan dari Aldi untuk berziarah ke makam
Yoppy. Walau pun sebelumnya paman menolak ajakan itu setelah mengingat kata
Cantik “ saatnya untuk meminta maaf mama-papa” mereka pun mengiyakan rencana
itu,dan kami akan pergi esok pagi.
**
Matahari masih malas menampakkan sinarnya
gara-gara hujan semalam, sementara aku masih tertidur bersama Cantik
disampingku yang sudah terbangun duluan. Yang lain juga demikian.
Alarm beker dikamar menunjukkan jam 7 pagi
saat aku bangun, kulihat dengan samar Cantik sudah rapi dengan baju untuk
ziarahnya disusul yang lain.
“kerbo bangun dah siang jam berapa mau
perginya?” suara Aldi membuka mataku lebar-lebar.
“ iya ini juga udah jalan” kataku malas.
Setelah beberapa lama kami semua sudah siap
tanpa kecuali paman Harry. Kami pun segera menuju pemakaman yang ditempuh
selama 30 menit dari rumah. Selama perjalanan aku terpaku padaingatan masa lalu
ku juga sebuah sajak yang aku tulis bersama Yoppy semasa SD.
Persahabatan yang indah tanpa tikai,
Bersama duka lara
Saling mengangkat saat jatuh
Berpeluk saat bahagia
Untukmu sahabat sejati
Bersama selamanya
Tanpa terasa kami sudah sampai di lokasi
pemakaman yang tertata rapi. Sesaat semua membisu setelah berhadapan pada
sebuah nisan yng masih basah dengan air hujan semalam tertulis “YOPPY PRATAMA ,
LAHIR 15 NOVEMBER 1984, WAFAT 16 NOVEMBER 2001”. Tiada yang dapat kami
panjatkan selain doa dan doa keselamatannya.
“ sobat maafkan aku segala salah ku kini
semua telah lengkap perjalananmu walau hanya sesaat tapi aku tahu itu bahagia
untukmu, aku janji persahabatan kita tidak akan hanya sampai di sini semua
cita-cita itu akan terwujud. Semoga damai selalu menyertai mu. Amin”.
**
Sebulan sudah kami berada di Jakarta selama
itupula semua kenangan itu terukir. Tapi ternyata waktu berkehendak lain.
Setelah teman-teman tahu keadaan ini mereka memutuskan kembali ke Jogja apalagi
setelah mereka dinyatakan tidak lulus tes. Apa yang dapat aku perbuat sungguh
tidak bisa aku melarang mereka, tapi satu hal yang melegakan kami akan tetap
bersama walau jarak memisahkan dalam ikatan PERSAHABATAN.
Sedangkan aku tetep dikota yang penuh
polusi ini melanjutkan belajar serta mewujudkan semua mimpiku dan harapan Yoppy
menjadi model dan seorang bintang masa depan.
“untukmu sahabat ku persembahkan kesuksesan
ini” ucapku dalam hati.
Sejak hari itu kami hanya mampu
berkomunikasi lewat telepon dan e-mail karena salah satu suantara kami, Sony
melanjutkan sekolah di Melbourn University.
Kini aku tahu apa maksud mimpi itu, aku
harus tetap berjuang untuk mewujudkan semua ambisi, angan dan impian kami bahwa
aku tidak boleh berhenti sampai disini.
“aku akan terus berjuang teman tetaplah
dibelakangku mendampingi dan menuntunku. Satu untuk semua semua untuk
satu. Bersama selamanya”
Indahnya persahabatan jikalau kita bersama
Saling mengangkat dan mensejajarkan
Tertawa membawa damai
Walau pertikaian selalu ada, suka cita kita
bawa
Semua selesai dengan sendiri
Bila kau sakit dan jatuh
Kami kan mengangkat
Jika kau diatas kau kan menunduk
Ingat kami kawan, ingat janji kita
Bersama selamanya
Dalam seru cinta suka cita “ persahabatan”
Dan persahabatan itu selalu indah….
oo0oo
untuk yang telah mendahului kami Ivan
Ardi Pratama, kau selalu untuk dikenang.Kawan.
No comments:
Post a Comment