6/30/2012

Titipan Untuk Bunda


Tak pernah terbayangkan olehku diantara tubuh mungilmu tersimpan kekuatan luar biasa. Diantara ceriamu tersimpan perjuangan maha dasyat. Itulah engkau ibu. Bolehku panggil kau Bunda. Dalam 9 bulan masa penantianmu, dalam 36 minggu beban berat menyinggahi, dan 270 hari detik demi detik kau lalui membawaku kemana kau pergi.

Namun bagiku, cukuplah 7 bulan, 24 minggu, dan 210 hari aku berada dalam rahimmu, dan sebuah perjuangan membawaku menghirup aroma dunia. Bayi mungil 26 ons, masih segar, dan masih enggan membuka mata, hanya sekedar untuk menyapamu. Bukan ku tak ingin, tapi aku belum mampu untuk melihat keindahanmu, air matamu, dan kesukacitaanmu. Namun aku merasakan itu. Kau dekap aku erat, tersenyum dan membisikkan syahadat ditelingaku. Dan disampingmu, papa tersenyum diantara air mata kebahagiaannya. Dan suara adzan ashar menjadi penanda kehadiranku.

Hari, jam, detik kau habiskan masamu bersamaku. Menggendongku, menidurkanku, menggantikan baju dan membenarkan letak bantal pengalas kepalaku yang masih rapuh. Engkau begitu sabar, diantara keruwetan yang menghampirimu, sesekali kau tersenyum melihat polah tingkahku yang membuang segala hal didekatku. Atau mengompol dipangkuanmu, sehingga kau tidak bisa sembahyang. Tapi itulah engkau bunda, senyum dan kasihmu tak pernah habis untuk membuatku nyaman bersamamu. Bahkan saat engkau tak lagi bisa memberikanku air susu dan harus digantikan dengan air susu pabrik. "maaf, nak. Bunda tidak lagi bisa memberikanmu ASI".

Walau tanpa ASI darimu namun kasih sayang dan kebahagiaanmu tak pernah pupus untukku. Bhkan saat engkau harus dirumah sakit, senyum bahagiamu melihatku masihlah nampak jelas terlihat dan terasa olehku. Engkau sungguh luar biasa bunda.

Saat usiaku beranjak, saat aku telah merangkak, mengenal benda dan bisa meminta, sedapat mungkin kau memberikannya untukku. Sebuah mainan berbentuk bulat beroda, yang entah apa aku menyebutnya, kau selalu dudukkan aku disana. Dan kau melakukan aktivitasmu. Tapi, engkau selalu berlari kearahku saat terdengar tangisanku terjatuh dari bulatan beroda itu, atau bahkan saat ku jatuh dari tempat tidur yang tingginya lebih dari tinggiku. Diantara tangisku yang menjadi,engkau elus kepalaku, menelisik setiap inci tubuhku memastikan tak ada luka padaku. Dan aku memelukmu erat. Aku ketakutan.

Usiaku semakin bertambah, menginjak 2 tahun engkau memberiku seorang adik laki-laki. Seorang bayi kecil yang beratnya belih dariku saat lahir. Dan dia memang lebih gemuk dariku. Namun, tak ada yang membuatmu membedakan kami. Segalanya sama. Baju tidur, baju pergi, kaos, segalanya sama. Bahkan papa selalu menjahitkan aku dan adikku kemeja yang selalu sama. Rasanya seperti kembar. Namun berbeda. Aku bermata belok dan adikku bermata sipit. Apa yang dimiliki adikku, apu pun pasti memilikinya. Segala hal yang sama itu selalu kami (aku dan adikku) dapatkan hingga menginjak sekolah dasar. Bahkan hingga setelah adik keduaku lahir saat aku berusia 8 tahun dan adikku 6 tahun.

Bunda, aku ingat sebuah kejadian dimana entah berapa usiaku, aku melihatmu dikejauhan, engkau berada disebuah rumah sakit paru-paru sering memeriksakan sakit yang kau derita entah sejak kapan. engkau enggan kami berada didekatmu, kau pun berkata "kalian disana saja sama papa" kau menunjuk jauh diseberang jalan tepat dimana papa terduduk diatas sedel sepedanya dibawah pohon yang cukup rindang, memayungi papa dari terik. Kamipun disana bersama papa menunggumu hingga usai pemeriksaan.

Aku ingat tentang sepeda, sebuah sepeda phoenix berwarna hijau, dengan keranjang berwarna merah tergantung distang, dan boncengan besi dibelakang membawa ku sekeluarga kemanapun. Adikku yang petama duduk di keranjang, aku berdiri dibelakang papa yang siap mengayuh dengan kakiku terikat di leher sedel, dan mamaku dibelakangku menggendong adikku yang baru beusia beberapa bulan. Papa membawa kami ke sebuah studio foto. Mengabadikan kebersamaan kami, masa kanak-kanak kami yang suatu saat nanti dapat menjadi album kenangan kalian. dan sepeda itulah yang membawaku kemanapun pergi hingga aku menginjak SMP kelas 1.

Bunda, sesekali aku melihat tabir lelah dan kerutan diwajahmu, kesusahanmu. Namun engkau selalu mengusap dan tersenyum, menandakan akan banyak harapan didepan untuk kita semua. Sholat malam yang tak henti kau kerjakan. Berjamaah dengan papa, dan menanamkan kesederhanaan dalam diri kami. Adalah hal yang selalu ku ingat. Menyadari diri kita siapa, menerima segala keadaan, tetap berusaha mencukupi segalanya.

Kadang kau pun tersiksa saat kami meminta sesuatu yang belum dapat engkau berikan, atau bahkan engkau merelakan benda berharga milikmu untuk kau jual demi mencukupi kami semua. Siang-malam engkau temani dan bantu papa bekerja lembur menyelesaikan jahitan yang ramai saat musim tahun ajaran baru. Namun kadang aku tak tahu keletihanmu, ku pinta ini dan itu hingga kaupun naik pitam, dan aku menangis.

Selalu segar diingatanku betapa besar kasih sayang yang telah engkau curahkan dalam keadaan apapun. Teringat olehku sebuah kejadian saat aku beranjak remaja. Sebuah perbuatan yang sangat dibenci oleh papa, diketahuinya. Pukulan penggaris kayu bertubi-tubi bersarang dipunggungku, tendangan keras berakhir di kedua kakiku, hingga membuatku lunglai, susah berjalan, ditambah tamparan dan pukulan tangan mengoyak wajahku, dan akhirnya papa menyuruhku pergi dari rumah. Di kemasinya bajuku dan disuruhnya ku pergi. Aku hanya diam, terduduk dikursi kayu, memeluk sarung berisikan bajuku, dan menangis menahan sakit. Namun bunda berlari menghampiriku, memelukku erat sangat erat, ia menangis sambil diusapnya bahu dan kepalaku. "Sudah, ayo masuk, dan janji jangan diulangi lagi perbuatan itu". "jangan suruh masuk anak kurang ajar itu" teriak papa. "pa, sudah. Dia sudah kapok" kata bunda.

Bunda membawaku ke kamar, dibukanya bajuku, dioleskan minyak gosok untuk mengurangi nyeri ditubuhku. Saat seperti ini, saat aku dalam sebuah kesalahan, bunda masih dengan tulus menyayangiku, menghilangkan rasa sakitku, mengusap lembut rambutku dan meminumkan air hangat. Bunda, begitu mudahnya kau memaafkan kesalahanku dan menggantikannya dengan sayang yang berlipat. Itu yang selalu kau lakukan saat papa naik pitam dan menghadapi kejadian yang sama. Pelukanmu dan kesabaranmu yang menjadi obat dari segala sakit yang kurasa.

Hingga akhirnya pun ku putuskan untuk menjalani hidupku sendiri. usai SMA aku meminta ijin dan restu bunda, "bunda, aku tidak mau kuliah. Aku mau kerja dan dijakarta saja aku mau mencoba menjadi model". Itulah keputusanku. "tak banyak bekalmu nak, cuma ini yang baru bisa bunda dan papamu berikan". Bunda memelukku erat, meneteskan air mata rasanya tak ingin melepas anaknya pergi seorang diri. Namun, ini keputusanku, restu bunda dan papa lah tumpuanku. Tak banyak kata malam itu. Selain air mata, doa dan harapan. Lalu bundapun melambaikan tangannya. Sebuah kereta membawaku meninggalkan kota yang selama 18 tahun saksi perjalanan hidupku, membawaku kepada lembaran hidup yang baru.

Akupun dijakarta. Tak banyak masa kebersamaan ku habiskan untuk berkirim kabar. Hanya sesekali SMS dan 5 menit pembicaraan yang akhirnya terputus karena pulsa yang telah habis. Saat itu, biaya komunikasi sangatlah mahal. Aku disibukkan dengan beragam kegiatan yang sering membuatku lupa segalanya, sholat, makan, dan berkabar ke bunda. Hingga lebaran pertama tiba, aku kembali untuk waktu yang sangat cepat. 3 hari saja, dan kemudian aku kembali kejakarta.

Tahun demi tahun ku habiskan waktuku dijakarta. Bunda selalu berkirim kabar untukku. Sesekali ia menangis, rindu katanya, sepi dirumah tanpa adanya aku yang hiper aktif. Aku hanya bosa menjanjikan "nanti" aku pulang. Dan bundapun hanya mengiyakan. Itu yang selalu terjadi, setahun sekali dan singkat. Namun bunda selalu berusahan untuk mengerti keadaanku.

Hingga suatu malam, sebuah pembicaraan terpanjang selama kami berjauhan. Bunda menceritakan yang yang terjadi sebenarnya keadaan dijogja kepadaku. Bunda menceritakan karena aku memaksa. Perselisihan antara bunda dan saudara-saudara perempuannya, dan permasalahan papa dengan saudara-saudaranya. Aku hanya bisa marah, menangis dan menahan emosiku. Saat aku jauh begitu banyak hal telah ku lewatkan, begitu banyak persoalan telah ku sisihkan. Kini mereka seperti mendapatkan musuh dalam selimut, dan aku disini sendiri merasakan getir tanpa mampu melakukan apapun. Namun, bunda selalu berkata "Kamu fokus saja dengan yang ingin kau raih, kami baik-baik saja. Jangan terlalu dipikirkan. Insyaallah ada jalan". Itu menjadi satu-satunya penghibur bagi bunda dan diriku. Hingga saat ini.

Saat aku jatuh, sakit, dan tak berdaya bunda selalu ingin ada disisiku, merawatku. Namun bagiku doa bunda adalah obat dan penguat masa kritisku, itu lebih dari cukup bagiku tanpa harus membuatmu tergopoh dan kelelalah disini. Seperti saat ini, saat aku selalu berjuang dengan keadaanku, kesehatanku, pertarungan antara kesadaran dan menahan sakit, doa bunda yang selalu dipanjatkan adalah pintu kekuatanku untuk bangkit dan kuat berdiri lagi. Senyum dan tawa bunda yang selalu membuatku bertahan dalam segala kondisi yang menimpaku.

Bunda, tiada terukur kasih sayang yang kau berikan kepadaku. Tiada tertampung banyaknya doa dan harapan yang kau panjatkan untukku. tapi begitu sedikit yang mampu kuberikan padamu. Hanya potret dan kenangan bersamamu menjadi kekuatan ku untuk bangkit. Senyummu yang membuatku sadar akan luasnya harapan yang dapat kuraih. Keikhlasanmu yang menjadikan lapang jalanku.

Bunda, aku ingin disana, bersamamu, mendekapmu lebih lama, lebih erat, sehinggaku tak lagi takut melewati setiap detik dalam hidupku. Bunda, keluasan kasih sayangmu, ketulusan cintamu, keikhlasan doamu, ingin kuraih semua. Ingin ku bisa membahagiakanmu, memberikan apa keinginanmu, apapun itu, memberikan kebanggaan-kebanggan padamu.

Bunda, Doakan aku, dan teruslah bimbing aku. Aku sangat menyayangi dan merindukanmu.

6/21/2012

RUMATA Artspace Present: Makassar International Writers Festival 2012


Berlokasi di jantung kota Makassar- Sulawesi Selatan, tepatnya Benteng Fort Rotterdam akan diselenggarakan kegiatan festival kepenulisan dibawah Rumah Budaya RUMATA’ Artspace, telah berlangsung selama 5 hari yaitu mulai tanggal 13 – 17 Juni 2012. Kegiatan bertajuk Makassar International Writers Festival 2012 (MIWF) menjadi salah satu kegiatan seni dikota Makassar dan diakui sebagai perayaan kegiataan kepenulisan bagi penulis-penulis lokal maupun international bahkan bagi para pecinta sastra.

Dalam pembukaan Makassar International Writers Festival (MIWF) ini dihadiri oleh Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin yang dengan bangga membuka rangkaian acara tersebut, yang dalam pembukaan MIWF 2012 mengatakan “Saya bangga dengan adanya kegiatan semacam ini di Makassar, menjadikannya sebagai salah satu kegiatan yang menebarkan sastra di kota angin mamiri ini. Mari kita isi udara Makassar dengan indahnya Sastra”. Dalam pembukaan dihadiri pula Founder Rumata’ dan Sekaligus Direktur Makassar International Writers Festival (MIWF), Lily Yulianti Farid, serta Direktur RUMATA’ Artspace Riri Riza.

Makassar International Writers Festival (MIWF) 2012 bagi Riri Riza dan Lily Yulianti Farid dianggap menjadi sebuah event penting karena melalui kegiatan ini dapat dijadikan sebagai barometer perkembangan kesusastraan dan kepenulisan di Makassar, serta menjadi ajang saing belajar antar penulis maupun penulis dengan masyarakat sekitar. Menjadi sebuah kebanggaan dapat menjadi bagian dalam menyisir, memupuk, serta menumbuhkan dan melestarikan kegiatan literasi di Makassar dalam skala lebih luas dan umum.

Tamu undangan dari penulis International dan lokal juga memeriahkan rangkaian acara MIWF 2012 selama 5 hari tersebut, diantaranya: Ahmad Tohari (Penulis Makassar), Ahmad Fuadi (penulis Tetralogi Negeri 5 Menara), Akmal N Basran (penulis SangPencerah), Anwar Jimpe Rachman (penulis Puisi dari Makassar), Bernice Chauly (Aktris, penulis, Dosen, Sosialita dari Malaysia), Butet Manurung (Pengajar, Penulis), Elizabeth Pisani (Jurnalis, Penulis, penggagas tata cara sampling HIV/AIDS di PBB, dari London, Inggris), Emil Amir (Makassar), Fauzan Mukrim (Makassar), Jamil Massa (Gorontalo), Jenifer Mackenzie (penulis Puisi dari Melbourne), John H.Mcglynn (USA), Kent MaCCarter (penulis puisi dari Minnesoto-New Mexico menetap di Melbourne), Khrisna pabichara (Penulis buku Sepatu Dahlan), Mochtar pabotingi (Sejarawan), Novi Dwi Djenar (Penulis dan Dosen di Melbourne), Ng Yi Sheng (Novelis dan pemenang penulis termuda dalam The Singapore Literature prize), Nurul Nisa (Makassar), Omar Musa (Penyanyi dan Penulis Puisi dari Melbourne), Fadly “Padi” (Vocalis band Padi), Rini Irmayasa (Novelis, Manokwari), Uthaya Sankar SB (Novelis Malaysia), Wendy Miller (Penulis dan Fotografer dari Melbourne), dan Xu Xi (Penulis Novel Fiksi dari Hongkong).

Rangkaian kegiatan Makassar International Writers Festival 2012 (MIWF) ini merupakan kegiatan tahunan yang dilaksanakan RUMATA’ Artspace dan merupakan kegiatan kali kedua sejak berdirinya RUMATA’ Artspace tahun 2010 lalu. Kegiatan ini menjadi penting selain ragam kegiatan yang akan dan telah dilakukan sepanjang tahun. Penting karena festival ini menjadi sebuah perayaan dan penghargaan terhadap keindahan karya sastra dan literature lokal, nasional maupun internasional. Dengan tema “Tribute to Mattulada” menjadi landasan rangkaian tematik MIWF tahun ini, Mattulada yang seorang penulis buku LATOA yang menjadi grand works, menuliskan tentang analisis antropologi kehidupan politik masyarakat bugis, serta buku penelitian tentang bugis di Asia Tenggara.

Kegiatan yang bersifat gratis untuk umum ini berlangsung selama lima hari berturut-turut dengan beragam kegiatan di berbagai tempat di Makassar. Rangkaian kegiatan tersebut antar lain: Literature in the air yang bekerjasama dengan radio Madama, Puisi dan fotografi berlokasi di Main Hall Fort Rotterdam; Diskusi Makassar Hari ini dan Warisan Intelektual Mattulada; Public lecture tentang HIV AIDS; Diskusi Tales of Two City; launching buku “Sepatu Dahlan”, “Borobudur and Other Poems”, “River’s Notes’;Workshop Sing your Poetry bersama Omar Musa, Yana Millane, Nina Lim dan Fadly “Padi”; Panel Diskusi Don’t Judge The Book by its Movie bersama Ahmad Fuadi;Writing Workshop bersama penulis internasional; The Jungle School; Writters Forum; Kid Corner, Master Class: Write Your Novel Right Now; Community event(pemutaran Film); Writters Tour ke Pulau Lae-lae; Master Class: Poetry Reading Performance bersama Omar Musa dan Ng Yi Sheng; serta banyak kegiatan lainnya.

Dalam setiap akhir hari kegiatan Makassar International Writers Festival (MIWF) 2012 akan selalu diakhir di halaman Benteng Fort Rotterdam dengan melalui kegiatanCommunity Event: Makassar litweeterature, yaitu penampilan para penulis-penulis dan undangan untuk tampil di panggung menyanyi, membaca puisi, singing the poets, membaca cerita pendek, bernyanyi bahkan menari. Tidak hanya bagi penulis dan tamu saja, penonton yang hadirpun dapat membacakan puisinya dipanggung atau mengirimkan puisi pendeknya melalui twitter yang kemudian bagi para pengirim puisi yang terpilih akan mendapatkan bingkisan menarik berupa kaos Makassar International Writers Festival 2012, Buku para penulis, serta CD dari Omar Musa.

Dimalam penutupan dari seluruh rangkaian kegiatan Makassar International Writers Festival (MIWF) 2012, Lily Yulianti Farid dalam sambutan penutupnya mengatakan “Sebuah kebanggaan dapat memulai, mengikuti dan menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan ini, karena disinilah tempat kita (Para penulis) merayakan hasil kepenulisaannya. Kebanggaan atas kerja keras tim dalam kegiatan, serta kebahagiaan atas terselesaikannya segala kegiatan tanpa kurang apapun. Karena disini (MIWF- red) adalah tempat bagi orang-orang yang jujur, tulus, dan ikhlas. Namun, tidak hanya berhenti disini, karena akan hadir kembali kegiatan seperti ini ditahun-tahun mendatang sesuai dengan event program tahunan RUMATA’ Artspace, dengan penulis-penulis lain yang lebih beragam”.

Mimpi, Festival, dan Kepenulisan


Istri dari Farid Maruf Ibrahim dan ibu dari fawwaz Naufal Farid ini, merupakan satu sosok perempuan yang tidak pernah ingin berhenti dalam berkarya dan mewujudkan setiap impian-impiannya. Melanglang buana ke berbagai Negara untuk mengikuti ajang festival penulis di dari Paris hingga Ubud, dari Amerika Serikat hingga Sydney telah dilaluinya. Dari menjadi sekedar penulis tamu hingga curator. Kegemarannnya membaca dan menulis telah membawanya pada penerbitan tiga buah seri buku cerita karangannya yang berlatar belakang perempuan di Makassar, Makkunrai (2008), Maisaura (2008), dan Family Room (2010) yang telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan menjadi salah satu cerita dalam kumpulan Modern Library of Indonesia Series oleh Lontar Foundations. Di tahun 2012 ini buku keempatnya “Your Father Is the Moon, You are the Sun” akan segera diterbitkan.

Perempuan yang lahir di Makassar, 40 tahun silam ini merupakan sosok perempuan yang kuat dalam menjalani kehidupan pribadinya maupun karir kepenulisannya. Meninggalkan Indonesia setelah menikah untuk melanjutkan pendidikan di Australia menjadi langkah awal baginya untuk memulai perkembangan dunia kepenulisannya. Pernah menjadi wartawan pada surat kabar Kompas tahun 1996-2000, bekerja di Radio Australia serta tinggal dan bekerja di Radio Jepang – NHK World di Tokyo, columnist pada “Nytid News Magazine” Norwegia 2006 hingga sekarang. Tentu bukan perkara mudah berpindah tempat tinggal setiap 4 tahun bagi seorang Ly dan keluarga. Demi karir dan pendidikan hal tersebut bukanlah halangan baginya yang kini menetap di Melbourne, Australia untuk menyelesaikan studi ke doktorannya (PhD) tentang Gender dan media di University of Melbourne.

Karir jurnalis tidak berhenti hanya di surat kabar dan radio, 1 juli 1996 Ly menerbitkan website berita feature dengan nama panyingkul.com yang merupakan website citizen journalist pertama di Indonesia, dimana penulis berita bukanlah seorang wartawan melainkan masyarakat biasa. Januari 2009 cerita pendek “The Kitchen” mengisi jurnal di Chicago “Words without Border” dan tampil sebagai pembicara dalam “Global Journalism and Organizing” pada konferensi “Women, Action & The Media” tahun 2009 di Cambridge.

Sebagai sosok yang selalu mewujudkan impian-impiannya, Ly yang pandai memainkan piano ini, bersama Riri Riza membangun sebuah rumah budaya di Makassar “RUMATA’ Artspace”. Alasannya adalah karena keduanya merupakan generasi yang sama-sama lahir dan besar di kota angin mamiri tersebut. Keduanya adalah founder (pendiri) yang membuat beragam kegiatan setiap tahunnya seperti Makassar International Writers Festival, SEASCREEN Academy (South East Asia Screen Academy), Sahabat dari jauh, Festival Arena, Lokakarya, Pameran Lukisan dan Fotografi dan lain sebagainya.

Baginya, mimpi adalah sesuatu yang harus dapat diwujudkan bagaimanapun caranya. Dan bagi Ly, mimpi adalah kekuatan yang terus mampu membuatnya berkarya sampai kapanpun.