Ini awal aku
masuk kampus yang baru, suasana baru, teman baru, segalanya serba baru. Kampus
ini menurutku sangat menyenangkan dengan arsitektur yang bergaya Eropa dan
Jepang sangat menarik. Tinggal di asrama kampus dengan lebih dari 100 mahasiswa
dan mahasiswi dengan beragam karakter, tapi semua merasa berbeda dengan ku, aku
bukan sosok yang sama dengan mereka yang selalu tertawa bercanda, sedang aku
selalu habis dengan buku dan buku juga race dan kelahi. Semua orang menilaiku
orang yang cepat marah, dan sangat mengerikan saat marah, menyebalkan dan
badung.
Ada Seorang
gadis yang menarik perhatianku yang entah aku tidak tahu namanya, dia sosok
yang pendiam dan pemalu tapi sangat menarik buatku. Aku selalu memperhatikannya
setiap istirahat di kantin, selalu berdua dengan temannya yang jauh berbeda
dengannya bahkan mungkin kebalikannya.
“ Merhatiin sapa
sih serius banget?”
“ Gadis di
ujung itu” tunjukku.
“ O… itu, emang
kenapa lu suka? Mending Farah aja, dah cantik tajir lagi, dari pada dia selalu
jadi omongan dan sering di kerjain anak-anak”
“ Lu nyindir
gue” tanyaku menyelidiki.
“ Jangan salah
sangka dulu gue ngga maksud gitu”
“ Sapa sih dia?”
tanyaku lagi.
“ Namanya Ciara,
dia ngga tinggal di asrama kampus ini, bisa dibilang dia anak kurang mampu dia
disini karena beasiswa, dia anak tunggal dan papanya dah lama meninggal jadi
dia Cuma tinggal sama nyokapnya” jelasnya.
“ Lu tahu banyak
tentang dia, jangan-jangan….”
“ Semua anak
kampus sini juga tahu, karenanya dia selalu jadi bahan olok-olokan di kampus
ini” tambahnya.
“ Mau bantu gue
ngga?”
“ Apa an?”
balasnya.
“ Cariin segala
informasi tentang dia” jelasku.
“ Lu gila ya
semua kan udah gue ceritain apa lagi? Masih kurang….”
“ Pokoknya
cariin ok?”
Aku pergi
meninggalkan Philip kembali ke kelas, iseng aku lewat depannya saat makan, dan
dia tetap diam hanya temannya yang senyum-senyum melihatku saat itu.
“ Ra’, lu liat
cowok barusan ngga? Ganteng ya, katanya dia anak baru di kampus ini, baru
pindah dari Broklin, pasti pintar deh bahasa inggrisnya”
“ Ra’ lu denger
ngga sih?”
“ Iya gue
denger, emang kenapa apa peduli, mau baru lama cowok kampus ini sama saja
menyebalkan dan suka menyakiti yang tidak selevel” jawabnya cuek.
Selesai kelas
aku ingin sekali jalan keluar kampus menikmati udara bebas kota besar diluar
sana pasti menyenangkan. Tapi saat aku terlena dengan angan itu Philip datang
terengah-engah.
“ Rio, gawat
bener-bener gawat, cepet ikut gue” ajaknya
“ Apaan sih lu
kenapa? Bingung kaya ada gempa aja” tanyaku bingung.
“ Ciara”
Aku tersentak
mendengar nama itu.
“ Kenapa dia?”
tanyaku bingung.
“ Dia dihajar
kelompok Hitam di parkiran”
“ Apa?”
Tanpa
mempedulikan reaksi Philip aku langsung lari ke tempat tersebut. Sungguh tidak
dapat aku percaya dengan apa yang aku lihat.
“ Beraninya
sama cewek, dasar banci” terik ciara menahan rasa sakit.
“ Bug..buG..
Bug…”
“ Salah apa gue
sama kalian semua?”
“ Banyak omong
anak miskin kaya lu ngga pantes ada di kampus elit ini…..” jawab salah satu
dari mereka.
Aku melihat
Ciara semakin tidak berdaya dengan baju yang kotor dan sobek, aku lari
menghampiri dan ….
“ Hei…..”
perkelahian pun tidak terelakkan lagi. Sekali- dua kali berkali-kali wajah ini
terkena pukulan mereka, tapi tidak seperti yang mereka dapatkan.
Cukup lama kami
berkelahi, mereka memilih mengalah dan berlari.
“ Hei!! awas
sekali lagi mengganggu dia kalian akan tahu akibatnya” teriakku.
“ Hei lu ngga
papa?” tanyaku sambil membantunya berdiri.
“ Kenapa lu
bantu gue? Lagi pula kita ngga saling kenal, udah biasa lagi gue, malah
sekarang lu yang babak-belur”
“ Udah ngga
papa, lu Ciara kan? Anak sastra?”
“ Darimana lu
tahu” tanyanya penasaran sambil menahan rasa sakit akibat dikeroyok.
“Udah ngga usah
dibahas, sekarang lu pakai jaket gue, gue antar pulang”
“ Tapi….”
Aku melarikan
motorku dengan sedikit senang karena dibelakangku ada gadis yang aku suka.
“ Makasih udah
nganter dan nolong”
Aku hanya
senyum. Tiba-tiba mama Ciara muncul dihadapan kami.
“ Ya ampun Ara?
Kamu kenapa? Hei apa yang kamu lakukan terhadap anakku?”
“ Sa..sa..saya…”
jawabku gugup.
“ Bu, dia yang
telah nolong aku dari perbuatan anak-anak itu, malah dia yang juga minjemin
jaketnya” jelasnya. Ibunya hanya bilang “ Oooo….”
“ Ya udah kalo
gitu gue balik….”
Aku hanya
melihatnya mengangguk tanpa ada reaksi yang lain. Jujur aku merasa sangat
senang hari ini walau dengan keadaan yang penuh luka sekalipun.
Seminggu tanpa
terasa cepat berlalu, tiada yang istimewa setelah kejadian itu. Aku hanya
menyimpan semua dalam hati, walau kadang tersenyum sendiri mengingat semua
kejadian waktu itu apalagi setelah itu aku sama sekali tidak bertemu dengannya.
Hanya Philip yang selalu memperolok aku saat aku mengenang kejadian itu.
“ Ra, teman kamu
itu baik ya, dah nolongin nganter pulang lagi, ibu yakin pasti dia anak baik
ngga seperti temen cowok kamu yang lain”
“ Maksud ibu…..
Rio?”
“ Kok senyum
bu?”
“ Bu, Ara sama
sekali ngga kenal siapa dia, tahu orangnya aja juga waktu itu aja. Mungkin aja
waktu itu kebetulan aja, jadi ibu jangan berpikir macam-macam ya…..”. Ciara
meninggalkan ibunya dengan senyum simpulnya yang sangat manis. Ibu hanya
tersenyum. Tiba-tiba Ciara lari keluar kamarnya.
“ Ya ampun bu,
ada yang Ara lupa….”, Ibu yang tahu kejadian itu semakin bingung melihat
kekonyolan Putrinya itu.
“ Apanya yang
lupa?”
“ Jaket… yah
jaket milik Rio yang waktu itu, ibu tahu dimana?” tanyanya bingung.
“ Kenapa dengan
jaketnya?”
“ Harus segera
dikembalikan, kalau ngga…..kalau ngga…”
“ Kalau ngga
kenapa?”
Ibu membiarkan Ciara sibuk dengan kebingungannya, melanjutkan menyiapkan makan malam mereka.
Ibu membiarkan Ciara sibuk dengan kebingungannya, melanjutkan menyiapkan makan malam mereka.
“ Ibu bantu
dong, kalau ngga segera ditemukan dia pasti akan menghajarku”
“ Kenapa kok
dihajar?” tanya Ibu bingung.
“ Udah lupakan,
dimana bu?” rengeknya.
“ Ada di lemari
kamu ibu gantung” jawab Ibu ringan.
Suasana kampus
siang itu sedikit sepi, apalagi hampir semua mahasiswa dihadapkan pada ujian
dadakan yang diadakan Dosen mereka. Dapat dibayangkan apa yang terjadi semua
tampak lesu, dan boring. Begitu juga Aku sangat bosan.
“ Rio, ganggu
ya”, tiba-tiba suara itu mengejutkan, begitu juga dengan apa yang ada
dihadapanku sekarang ini.
“ Ah… ngga,
ke..kenapa?”, aku sangat gugup waktu itu. Sungguh.
“ Maaf, aku
hanya mau ngembaliin ini” disodorkannya sebuah bungkusan yang terbungkus sangat
rapi.
“ Apa ini?”
tanya ku penasaran.
“ Itu… jaket
kamu yang waktu itu, sorry aku telat balikinnya”
“ Ah..ngga papa
kok”
“ Thanks ya, aku
harus segera balik ke kelas” aku menangkap sikap kurang nyaman dengannya dan
kegalauannya terasa begitu dekat denganku. Saat itu juga Ciara meninggalkanku
dan Philip.
Tanpa pikir
panjang aku mengejarnya, mencari jawaban dari kecemasan yang ada pada dirinya
saat itu walau mungkin akan sangat sulit. “ Ara!!!”
Ciara sama
sekali mengabaikan panggilanku, dan menghentikan sejenak langkahnya hanya untuk
mengatakan hal yang sangat menyakitkan.
“ Kembalilah
kedalam jangan ikuti aku, kalau kamu ngajak aku kedalam pun aku ngga mau karena
itu bukan tempat orang miskin seperti aku”
Tanpa menengok
sedikitpun dia melanjutkan langkahnya yang semakin cepat. Apa boleh buat. Apa
lagi yang harus aku lakukan. Aku hanya mengangkat kedua tanganku dan kembali ke
dalam.
“ Ada aturan
darimana hanya orang berada yang boleh makan dikantin ini? Mana ada. Sangat
tidak realistis” gerutuku.
“ Itu sudah
sejak kapan tahu lagi, apalagi sejak adanya kelompok hitam yang memecah jadi
seperti ini, dulu sih katanya ngga seperti ini” jelas Philip.
Entah apa yang
sedang aku pikir, saat ini aku hanya tertuju pada apa yang Ciara katakan waktu
itu. Sangat tidak masuk akal. Apalagi dikampus elit seperti ini, kelompok Hitam
siapa lagi? Apa ada hubungan dengan yang selalu menghajar Ciara?. Entahlah.
Seusai kelas,
aku berusaha mengajak Ciara ngobrol di pojok taman kampus, saat aku menemuinya
sangat sulit tapi setelah sedikit memohon diapun mau tapi, hanya 15 menit.
“ Ada apa?”
“ Gue Cuma mau
tanya…..” pertanyaan ku terpotong dengan pertanyaan yang sama ingin aku
tanyakan.
” Kenapa aku dibedakan, selalu diolok-olok, apalgi istirahat dikantin pun tidak boleh?….”
” Jawabannya Cuma satu KARENA AKU MISKIN DAN HANYA BEASISWA yang membawaku sampai disini. Puas?!” jelasnya.
” Kenapa aku dibedakan, selalu diolok-olok, apalgi istirahat dikantin pun tidak boleh?….”
” Jawabannya Cuma satu KARENA AKU MISKIN DAN HANYA BEASISWA yang membawaku sampai disini. Puas?!” jelasnya.
“ Cukupkan”
tambahnya.
Aku hanya diam
sangat sulit menerima hal itu.
“ Tapi kenapa?”
tanyaku datar.
“ Karena
dorongan sekolah dan keluarga yang telah membuat aku memilih ini walau aku tahu
akan seperti ini, semua pakai mobil mewah hanya aku yang naik bus, jadi siapa
aku pantaskah berbangga diri?”
“ Apa kabar
dengan pengetahuan yang tanpa membedakan kaya miskin?”
“ Di kampus ini
hal itu tidak berlaku sama sekali, yang penting gaya dan pamer itu dah cukup,
nilai tinggal bayar pengawas selesai. Lulus”
Itu memang
kebenaran yang aku tangkap disana tapi, apa sampai begitu parahnya. Cukup lama
kami berbincang, ada kekaguman yang mendalam pada diri Ciara, selain kekaguman
yang selalu aku rasakan sejak saat itu.
“ Lu yakin,
dengan keputusan lu ini? Jadi orang susah?” tanya Philip gusar.
“ Yang penting
lu dukung gue ok?!”
“ Phil, kaya’nya
gue jatuh cinta deh sama Ciara”
“ Karena itu lu
mutusin hal ini, lu masih waraskan? Apa kata anak-anak, orang tua lu?”
“ Masa bodoh,
buat apa mikirin hal yang ngga penting. Mikir orang lain lagi, ngga ada
untungnya buat gue.”
Mungkin aku
terlalu yakin dengan apa yang aku lakukan, meninggalkan Asrama dan mengontrak
rumah petak, meninggalkan kehidupan yang selam ini ada padaku.
“ Hei…ketemu
lagi kita ya..” sapaku saat tanpa sengaja aku bertemu dengan Ciara, dia sangat
terkejut dengan adanya aku di bus itu.
“ Hai kok naik
bus? Mana mobilnya?”
“ Enak juga ya
naik bus? Ada Ac-nya. Angin Cendela…hahahah”
Sungguh manis
saat dia tersenyum. Entah apa yang membawa kami kedalam obrolan yang sangat
menarik dari soal kehidupan dan pacar. Ternyata Ciara sosok yang sangat
bersahabat dan enak diajak ngobrol segala hal. Walau masih dengan sikap
menunduknya.
“ Kenapa kamu
mau tinggal ditempat kamu sekarang? Padahal apa enaknya?”
Pertanyaan itu
terucap saat kami berjalan ditaman sesaat setelah melihat hasil ujian semester
ini, aku akui dia pintar tidak salah kalau dapat beasiswa.
“ Kok ngga
dijawab?” tanyanya lagi.
“ Eh…aku….”,
“kok lama?”
“ Enak aja lagi,
emang kenapa?”jawabku spontan.
“ Kalau dirumah
atau di asrama kan ada pembantu jadi lebih enak tinggal bilang datang dan
selesai”
“ Kalau bisa
sendiri kenapa perlu pembantu?” tanyaku.
Untuk sekian
kalinya kami tertawa dan melupakan semua hal yang menyesakkan. Dan Ciara
memperlihatkan keenerjikannya diluar kebisuannya selama ini.
“ Yo’, kamu itu
lucu ya kalau gini”
“ Maksudnya?”
“ Iya, biasanya
Lu-gue, selalu pasang muka garang, cuek ngga mau kenal orang, sekarang….”
“ Itu kamu,
biasanya jalan nunduk, pendiam, sok tegar padahal rapuh, sekarang…”
“ Jadi berubah
semua bocor abis” kami mengatakannya bersamaan.
**
“ Ra’. Gila kali
lu ya, malam minggu ini jalan sama Rio? Gue ngga mimpikan denger berita ini?”
tanya Windy girang.
“ Kamu itu
ngomong apa? Ngga ada yang istimewa? Dimana-mana malam minggu sama saja”
“ Tapikan, dua
bulan ini lu deket banget sama dia, lu sering ke rumahnya begitu juga dia, masa
lu ngga ngerasa apa-apa sih?”
“ Udah deh cukup
berfantasinya. Aku kesana juga Cuma karena lewat dan searah karena rumahnya
hanya beberapa Blok dari sini. Windy sayang Aku dah bilang ngga akan ada
apa-apa”.
“ Lagian ini
bukan yang pertama kalinya jalan malam minggu sama dia so, ngga akan ada
peristiwa yang istimewa atau bahkan spektakuler, ok?” tambah Ara.
“ Apa kabar
dengan masalah perasaan?”
Ciara sempat
terdiam sejenak membuat seisi kamar hening.
“ Aku ngga ada feelling apapun, he
jus friends no more”
“but if you have
felling with him and you hide from the truth? What will you do?”
“ Win,
please…..”
“ Inget ra’
, if you love him lets tell, before to late”
Apa yang
dikatakan Windy sangat beralasan apalagi menyangkut perasaan tapi gengsilah
bila Ciara harus mengatakan terlebih dahulu. Dia hanya bisa berharap dan
berdoa.
Entah apa yang
akan terjadi bila saat ini aku mengatakan yang sebenarnya bahwa aku menyukainya
sejak saat pertama melihatnya. Semua persiapan sudah selesai, Philip yang
mengerjakan semuanya. Memasak, dekorasi merubah loteng rumahnya menjadi suasana
yang teramat romantis dan macam lainnya termasuk jemput Ciara.
Jam menunjuk
angka 7 malam dengan cuaca yang sangat indah di tambah dengan sinar bulan yang
menyinari seisi bumi.
Fly me to the
moon dear, do together with our love