2/15/2009

Yang Tak Ter...


** Kian Savero Adityansyah**
“ Angga…..tunggu sebentar, ada yang mau mama dan papa omongin sama kamu”
“Apaan ma? Penting banget ya?sampai perlu berpendapat Angga segala?”
Sesaat ruang tamu sepi, serasa ada yang tersembunyi dari permintaan itu, karena ini kali pertama papa dan mama ngajak ngobrol yang bisa dibilang penting, tapi, apa Angga sama sekali tidak tahu.
“ini mengenai apa ma?” tanya Angga penasaran.
“Ini tentang kamu” jawab Papa lugas.
Mendengar hal itu Angga semakin bingung dibuatnya apalagi ini mengenai dirinya yang sama sekali tidak tahu masalah yang telah terjadi.
“Angga?”
“kalo mengenai nilai kuliah semester ini yang turun memang itu kesalahan Angga tapi kan Angga sudah janji memperbaikinya semester ini”
“bukan masalah nilai kuliah kamu tapi mengenai pertunangan kamu” jelas papa.
“tunangan?”
Angga tidak menyangka dengan apa yang baru saja didengarnya, secepatnya dia berusaha mengalihkan pembicaraan itu.
“ma, Angga kamar dulu nanti Angga mau antar Adam ke toko buku ada yang mau dibeli katanya untuk tugas besok” kilahnya.
“ Jangan suka alihkan pembicaraan Angga. Kamu akan papa ketemukan dengan Pak Syamsul dengan putrinya. Calon kamu. Makan malam disini”
“tapi pa….besok Angga ada…”
“pokoknya Ngga ada tapi-tapian. Titik”
Dengan perasaan bingung dan emosi Angga meninggalkan mama-papanya ke kamar. Angga sungguh tidak menyangka dengan keputusan yang telah dibuat papanya itu dan dengan tujuan apa? Lagipula umurnya baru 21 tahun masih panjang jalan yang harus ditempuh belum tepat sungguh dengan pertunangan dan pernikahan. Dikamar Angga hanya menghela nafas panjang dan seakan apa yang baru didengarnya hanyalah mimpi. Semoga.
“ kak nanti jadi kan antar Adam ke toko buku?” tanyaku saat masuk kamar Angga.
Melihat kakak diam aku jadi bertanya-tanya apa yang barusan terjadi/ setahuku saat pulang tadi kakak baik-baik saja, atau jangan jangan ada yang salah kata jadinya gini.
“Kak…. kakak ngga papa kan?” tanyaku lagi.
“Aku Cuma mimpi. Ngga akan tunangan” jawabnya gelagapan setelah aku mendorong tubuhnya yang roboh seketika.
“ Kak kenapa sih? Hari gini masih mimpi, ini jam berapa? Kenapa sih tumben kaya orang bingung gitu?mbahas tunangan ya?” jujur aku sangat penasaran dengan apa yang barusan terjadi.
‘ah..ngga papa…Cuma…”
Tiba-tiba perasaan yang tadinya tenang berubah jadi lumayan memanas.
“Dam, kamu tahu apa yang barusan aku denger dari papa?”
Aku hanya diam karena bagiku pasti yang akan dikatakan adalah masalah pertunangan itu. Dari pada salah mending diam. Apalagi melihat tingkah kakakku yang terus saja mondar-mandir kaya orang bingung. Atau memang bingung aku ngga tahu, yang kutahu kakak ngga pernah sebingung ini sebelumnya.
“masa tadi papa bilang aku akan segera tunangan, gila kali ya…”
“enak dong kak, ada pesta… tunangan lagi pasti rame banget” celotehku asal.
“ya ampun Adam kamu ni bloon apa Oon sih… seneng ya liat kakak menderita tunangan dengan orang yang sama sekali ngga dikenal”
“maap…memang sama siapa? Bukan sama Bunga? Adam pikir sama Bunga”
“kalo sama dia aku ngga akan sebingung ini… kata papa sama anaknya Om Syamsul”
Aku sangat kaget dengan apa yang aku dengar, yang aku tahu hubungan papa sama Om Syamsul adalah hubungan bisnis jangan-jangan….
“ Kak bukannya Om Syamsul tu rekan bisnis papa sejak awal merintis perusahaan, apa ini ngga ada hubungannya dengan sesuatu gitu” jelasku.
“Maksud kamu? Untuk mempererat kekerabatan dan kerjasama bisnis?” tebaknya.
“Yup” jawabku mantap.
“Kak jadikan anter ke Book Store?” tambahku mengalihkan pembicaraan agar tidak terlalu berlarut membahas masalah tersebut.
“Iya”
Pagi ini suasana sarapan kami berbeda 180 derajat dari biasanya yang penuh gelak tawa, sekarang serasa ada perang dingin antara papa dan kak Angga. Diam. Mama dan aku hanya cengar-cengir.
“Pa, kan Adam hari ini libur boleh ngga ntar Adam ke rumah Aida?”
“Ngga”
“ kenapa sih memang penting ya liburan bengong dirumah?”
Ternyata sia-sia tadinya akan mencairkan kebekuan pagi ini, malah aku ngga boleh kemana-mana. But it’s ok aku bisa cari tahu alasan kenapa kak Angga harus sesegera mungkin ditunangkan dengn orang yang sama sekali tidak dikenalnya.
“Ma, kenapa sih kok tiba-tiba kak Angga mau tunangan? Adam pikir sama Bunga ternyata sama orang lain. Bukannya mau ikut campur tapi kan umur kakak baru 21 memang pantes? Sama anak yang ngga dikenal lagi”
“udah diam, mau bantu mama masak apa mau ceramah sih?” sela mama.
“Mending orangnya dikenal, kasihan juga kakak baru nikmati masa muda dah harus berhadapan dengan pertunangan yang sangat menyakitkan dan perkawinan yang menyiksanya. Asal jangan karena bisnis aja ngorbanin kakak….”
“Plak…..” sebuah tamparan menghentikan celotehanku sesaat tapi itu sama sekali tidak membantu menghentikan celotehanku.
‘Diam…. sebelum kesabaran mama habis” kata mama geram.
“Kenapa ma? Kena ya? Kok mama tega-teganya anaknya dikorbankan demi bisnis dengan gadis yang tidak di kenal baik-buruknya. Biar teman papa sekalipun mana tahu…..Adam salah ternyata nilai mama selalu baik tapi sekarang….” “Plak…” tamparan kedua ini mampu menghentikan celotehanku, seketika aku meninggalkan mama yang saat itu mulai menitihkan air matanya yang semakin lama pasti akan membanjir.
Ternyata benar dugaan ku semua demi bisnis. Sungguh kejam pikirku mengorbankan anak demi bisnis yang belum tentu menguntungkan buat kak Angga malah bahkan akan membuatnya menderita.
“Adam boleh mama masuk?”tanya mama dari ujung pintu.
“Masuk aja..”
Aku tahu saat itu mama berusaha memelukku, tapi aku menghindarinya bukan kenapa, hanya saja aku masih tidak terima bukan dengan tamparan itu melainkan dengan apa yang mama lakukan ke kakak ku satu-satunya, Angga.
“Maafin mama…..Bukan maksud mama menampar kamu tadi hanya saja….”
“Sudahlah ma, kalau masalah tadi udah biasa kali, ngga usah dibahas lagi” potong ku.
“Sejujurnya mama juga sama bingungnya dengan kamu dan kakakmu mengenai hal ini. Tentu mama sedih dengan apa yang terjadi, tapi, semua keputusan ada di tangan papa”
“Maksud mama apa? Mana bisa keputusan tentang masa depan diputuskan secara sepihak gitu. Ngga masuk akal” penasaran.
Mendengar penjelasan itu menyurutkan amarahku yang sudah siap meledak untuk kesekian kalinya, aku berusaha tenang mendengar apa yang mama ceritakan.
“ Keputusan itu sudah dibuat sejak Angga bayi, mengetahui putri pak Syamsul perempuan papamu memiliki ide menjodohkan mereka demi kelangsungan kerjasama bisnis keduanya, apalagi setelah tahu Angga begitu penurut papamu semakin mantap dalam mengambil tindakan itu. Memang sangat menyakitkan saat mama tahu keputusan itu, mama sempat menolak hal itu karena mama tahu keadaan nanti tidak sama dengan waktu itu”
“ Bukannya sekarang jaman Siti Nurbaya sudah lewat sejak kapan tahu, yang rela menjual anaknya demi hutang keluarganya? Sekarang tu sudah jaman global dimana si anak bebas memilih pasangan hidupnya sesuai hati nurani, bukan yang kaya gini. Memang susah bila harus berhadapan dengan orang tua yang kuno.” Sela ku.
“Mama tahu, setelah itu masalah itu terasa hilang begitu saja dan mama pikir papa telah merubah keputusan itu dengan membatalkannya, hingga beberapa hari lalu…..”
Mama menerawang jauh kedepan menbayangkan kejadian beberapa hari lalu.
“Ma, setelah lama menunggu akhirnya Pak Syamsul menyetujui rencana itu” kata papa gembira tapi sebaliknya dengan mama.
“maksudnya apa rencana waktu itu?”
“ Pertunangan dan rencana Pernikahan Angga”
mama sangat terkejut dengan apa rencana yang tadinya dipikir telah digagalkan kini kembali disaat umur Angga genap 21 tahun.
“Tapi pa, bukannya itu sudah dibatalkan? Tanya mama gemetar.
“Siapa bilang, hanya ditunda.”
‘Apa Angga bisa menerima keputusan itu? Dia masih terlalu muda untuk hidup seperti itu, dia belum siap dalam segala hal”
“Pasti bisa, dia disini tugasnya untuk mematuhi segala perintah papa bukan menolak bahkan melanggarnya karena dia hanya anak pungut dari janda yangmembuang anaknya di luar rumah kita……”
Bagi mama ucapan papa itu bagaikan Petit disiang bolong, hal yang seharusnya terlupakan dan luka yang sudah sembuh kini kembali terbuka menganga lagi bahkan lebih lebar.
Begitupun aku sangat terkejut dengan pernyataan itu bahwa kakak hanya seorang anak pungut yang dibuang, begitu menyesakkan terasa.
“Sekarang mama bisa apa? Hanya mampu diam”
‘tapi ma, bagaimana dengan Bunga?”
“Entahlah, mama sangat sayang pada gadis itu dan berharap dia bakal jadi menantu mama…”
“ ya sudah sekarang kamu bebenah siap-siap untuk makan malam sama keluarga Om Syamsul mama kedapur dulu siap-siap, lagi pula papamu dah hampir sampai rumah, ya…Adam jangan ceritakan ke siapapun ya…”.
Entah mengapa senyum mama begitu cerah dan manis setelah menceritakan semuanya kepadaku. Aku tahu ada sesal disana karena harus menceritakan kejadian yang sebenarnya pada anak SMU kaya aku, tapi mungkin itu ada hikmah dari semua itu. Don’t know.
Sesaat setelah papa pulang aku langsung menghampirinya. Dan saat itu terjadi sesuatu yang sangat dahsyat. Yah pertengkaran.
“ Pa, kenapa harus kak Angga yang dikorbankan demi bisnis papa?”
“Tahu apa kamu anak kecil?”
“Apa karena kakak selalu mematuhi apa yang papa suruh, atau hanya karena……”
“Karena apa?” suara papa terdengar meninggi.
“Karena kak Angga hanya seorang anak pungut dari seorang janda yang di buang dibepan rumah kita dan hanya bertuliskan tolong rawat anak saya, saya tidak mampu merawat anak ini karena penyakit kangker yang ada pada diri saya, dan tolong beri nama dia ANGGA SURYA PUTRA. Terimakasih. Iya kan?”
“Dasar anak tidak tahu diri.” Tamparan kembali mendarat di pipiku setelah tamparan dari mama sebelumnya. Aku pun tersungkur, melihat mama dikejauhan yang menangis tersedu aku hanya bisa bilang. Maaf.
Dan aku pergi entah kemana.
Kak Angga adalah seorang yang terbaik yang pernah aku miliki kebaikan, kerajinan, kecakapan dan segala yang ada padanya adalah panutan buatku, saat ulangtahun dia selalu yang paling capek, saat aku sakit dia yang selalu hadir menemaniku, saat putus sama Tiara dia yang membuatku tegar, saat sabuk papa menyakitiku kakak yang menggantikan rasa sakit itu semuanya dia selalu jadi yang terbaik. Tapi apa yang bisa aku perbuat untuk membalas semua itu apalagi setelah aku tahu kakak bukanlah kakak kandungku, tapi bagiku dia tetap kakak kandungku. Apa yang sekarang bisa aku perbuat? Malam ini perkenalan dan pertunangan mereka, memang bukan sesuatu yang istimewa acara itu hanya mengundang teman kantor papa dan kerabat tapi ini akhir dari semuanya.
“Lho..kok belum juga siap? Tamu sudah menunggu. Cepat nanti papamu marah lagi” canda mama.
“Iya ma, tapi mana Adam? Sejak siang Angga ngga lihat dia”
“udah ngga usah cari anak itu” tukas papa.
Angga semakin bingung kini apalagi sebelumnya papa hanya bilang akan makan malam saja bukan pertunangan, ditambah dengan keberadaan Adam yang entah kemana, ponselnya selalu mailbox dan berakhirnya hubungannya dengan Bunga gadis yang telah mengisi harinya selama 2 tahun ini.
Selain itu entah apa yang terjadi setiap Angga menanyakan tentang Adam papa selalu menjawab dengan sinis. Angga tahu Adam sangat tidak setuju dengan keputusan itu, tapi yang terjadi sekarang sangat diluar dugaannya.
Sementara Aku sekarang masih saja keliling entah kemana, semua nampak sangat membingungkan. Hidup ini. Keputusan. Tentunya Aku tidak ingin menghadiri acara itu walau dirumahku sendiri, ada hal yang membuat hatiku menolak yaitu kepalsuan dan pengkhianatan yang sangat kentara dan mudah terbaca bagi setiap orang yang mengerti termasuk Bunga. Apalagi Kau dengar Bunga hadir dalam acara itu, bukannya itu semakin menyakitkan setelah putus dengan Kakak?. Ada apa dengan semua ini?.
Acara telah berlangsung dengan mulus dan kini jari manis Angga telah berhiaskan silver Ring bertahtakandiamond 0,5 karat. Dan aku tidak menyaksikannya.
“ Adam…..kemana aja kamu? Kenapa ngga datang diacara ini?” tanya Angga sesaat setelah aku sampai rumah karena tahu acara pasti telah selesai.
“ Oh…ngga papa, males aja lagi pula ngga penting”
“ Dam, kakak tahu kamu sangat tidak setuju dengan hal ini tapi dengan kamu ngga dateng gimana perasaan mama-papa?”
“Memang mereka kenapa? Cemas? Pastinya ngga. Masa bodoh”
“ Aku mau ada atau ngga kan berasa ngga penting, yang penting kan bisnis tetap lancar” tambahku semakin kacau. Memang Aku kacau hari itu hingga omongan pun ikutan kacau.
“Adam kamu jangan asal gitu” sergahnya.
“udah..ah Adam tidur dulu capek. Tunangan kakak dah tinggal disini?”
“Udah, kamu ngga ngucapin selamat?” tanyanya ragu.
“Apa? Selamat? Kata itu hanya berlaku bagi yang bahagian dengan pertunangannya. Bukan hal yang terpaksa atau dipaksakan” Aku meninggalkan kakak daripada akan semakin panjang persoalan, baiknya aku menghindarinya. Dan yang aku tahu saat itu kakak nampak bingung dengan yang terjadi padaku.
“Pagi Dam, mau sarapan bareng?” tanya Tunangan kakak yang aku tahu namanya Sylvia.
“Ngga usah sok manis deh, layani aja calon mertua. Gue ngga perlu, bisa sendiri” jawabku seenaknya.
Papa yang tahu sikap aku jelas ingin sekali marah tapi mama menarik tangannya. Mencegah. Sementara kak Angga kaget dengan sikapku pagi itu. Dan aku ngga sarapan.
“Dam, aku ngga suka dengan sikapmu barusan, apa kamu ngga bisa sekali saja nghargai orang?” cegah Angga saat aku berangkat sekolah.
“Kenapa keberatan? Penting ya nghargai orang yang hanya sandiwara nenyayangi dengan penuh kepalsuan?”
“Tapi dia calon Iparmu, yang akan menikah dengan kakak…”
“Jangan harap aku mau terima, Karena ini hanya demi kelangsungan bisnis kedua belah pihak tanpa mempedulikan perasaan masing-masing yang ditunangkan, siapa tahu Sylvia juga punya pacar kaya kakak, bisa kan bayangin gimana rasanya?”
Bagiku ini adalah hal yang pertama kali hubungan kakak-adik tidak harmonis, tapi itulah kenyataan. Walau aku tahu Sylvia selalu berusaha baik terhadapku dengan harapan Aku dapat menerima keberadaannya dirumah itu.
Dua bulan sudah sejak pertunangan itu aku masih dengan sikap yang sama tapi, tidak sama dengan keadaan dalam diriku, aku semakin tidak tahan dengan semua ini. Aku ingat seminggu yang lalu Sylvia mencoba mengajakku ngobrol, dia yang mulai, dia ceritakan hal tentang dirinya dan hubungan dengan pacarnya saat itu memang sama dengan apa yang dirasa kak Angga tapi, sama sekali dia tidak dapat berbuat apa-apa. Dan itu sangat menyakitkan. Pasti. Dan entah kenapa ada sedikit rasa iba dalam hati padahal aku sangat membencinya, apa karena nasib yang sama dirasakan kakak? Walau dia bukan anak pungut seperti kak Angga. Atau karena kegigihanny mencairkan kebekuanku terhadapnya selama ini? Yang selalu menolaknya hadir dalam keluargaku.
“Adam maafkan aku”
Saat ini memang keadaanku sangat buruk, entah penyakit apa yang telah lama ada dalam tubuh ini yang belakangan telah membuatku semakin merasa lemah dan kini di lima bulan pertunangan itu aku terbaring lemah di Rumah Sakit dengan sakit yang aku sendiri tidak tahu hanya saja selalu terasa sangat menyiksaku, saat aku merasa tidak tenang selalu saja ada darah keluar dari hidung aku pikir mimisan tapi,….setelah cukup lama, aku tahu bahwa aku terkena kanker sumsum tulang belakang. Tapi aku cukup tenang menerima keadaan itu yang ada dalam pikiranku hidup-mati, kaya-miskin semua ditangan Tuhan. Sementara itu, hubunganku dengan kakak membaik bahkan sudah kembali semula. Aku tidak memiliki pikiran buruk apapun, karena keadaanku dia jadi baik atau sebaliknya, hanya aku merasa kehangatan saat kak Angga dan Sylvia hadir memberiku semangat dan keyakinan.
Entah kenapa pagi ini begitu terasa berbeda, lebih hangat dari biasanya dan semua berkumpul bercanda menghiburku, dan serasa kematian begitu dekat menghampiri dan tanda kebahagian memudar bahkan hilang, aku tahu mereka tertawa bukan senang tapi sedih. Berusaha menutupi apa yang ada dan terasa. Dan tatapan kakak yang sangat syahdu membuatku merasa sangat hangat dan mencair. Sampai detik ini Aku tidak menemukan sosok keras kepala dan si Pematok keputusan, Papa, hanya ada mama yang selalu menemaniku.
“Pagi ini cerah ya kak mataharinya, baru kali ini Adam menyaksikan indahnya pagi yang bener-bener indah” Aku sengaja ingin menyaksikan matahari terbit sedini mungkin karena aku ingin merasakan perubahan hawa dari kebekuan malam menjadi kehangatan pagi. Sangat indah.
“I…iya… Adam sangat indah” jawaban itu seakan ganjil bagiku.
“kakak ingat ngga saat kita jalan kepuncak? Waktu itu cuaca cerah seperti pagi ini, disana kita berenang dengan air yang sangat dingin Adam lompat dari papan luncur dan tiba-tiba Adam jatuh terbentur bibir kolam membuat kepala ini luka dan bocor. Eh..kakak malah tertawa karena air kolam hampir berubah warna, dan kakak nungguin aku kaya sekarang>hehehe” kenangku.
Aku mendengar isakan kakak dan tawa yang sangat terpaksa.
“kakak kenapa nangis sih? Ngga papa lagi Adam akan sembuh kok dan nyaksiin kakak menikah 2 bulan lagi, disana aku akan pakai baju serba putih dan rambut yang selalu mohawk
“kak Syilvia” panggilku. Sesaat Sylvia yang ada di sampingku sontak kaget.
“iya, kenapa?”
”kakak harus janji mulai sekarang, nanti kalau sudah nikah harus menyayangi kakakku sepenuhnya, bukan karena perjodohan dan bisnis ya… Janji?”
Sedikit serak dia mengiyakan apa yang aku ingin dia janjikan kelak.
“oh..ya sebenarnya Adam sudah restu sejak kak Sylvia cerita waktu itu jadi sekarang ngga ada yang ngga restukan? Kak Angga jangan bilang yang dulu itu ya……” sedikit kerlingan mata kak Angga dapat menangkap maksudku, tawapun pecah pagi itu. Dan itu hari terakhirku melihat dan merasakan kehangatan mereka untuk selama-lamanya. Dan itu akan menjadikan kenangan indah untuk semuanya dan untuk pertama dan terakhir aku melihat papa menangis dan memelukku erat-sangat erat. Aku hanya berharap kakakku bahagia dengan pernikahannya kelak, walau aku tidak hadir disana tapi aku ada dihati mereka, sosok anak nakal dan seenaknya, ceplas-ceplos tanpa mikir kalau ngomong dan yang selalu dirindukan tawa dan plesetannya walau kadang garing.
Satu hal terakhir yang tak akan pernah dan yang tak akan terucapkan sampai kapan pun dari mulut ini tentang siapa kakakku Angga yang sebenarnya…… dan itu yang tak ter……..